Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Syawal Abdulajit (LPM Kultura/Ajun) |
4 mahasiswa di Drop Out lantaran ikut demo dukung Papua Merdeka. Namun, surat DO belum diberikan kepada mahasiswa.
lpmkultura.com -- Empat mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) diberhentikan atau di Drop Out (DO) pihak kampus. Mereka dinilai mengancam integritas bangsa dan melanggar peraturan akademik karena melakukan aksi mendukung Papua merdeka.
Melalui Surat Keputusan (SK) pemberhentian putus studi atau Drop Out yang terbit pada 12 Desember 2019 itu ditandangani oleh Rektor Unkhair, Dr. Husen Alting dengan nomor; 1860/UN44/KP/2019.
Mereka diantaranya, dua dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Arbi M. Nur [Prodi Kimia] dan Ikra S. Alkatiri [Prodi PPKn]; satu mahasiswa Fakultas Teknik, Fahyudi Kabir [Prodi Elektro]; dan Mahasiswa Fakultas Pertanian, Fahrul Abdullah [Prodi Kehutanan].
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Kerjasama & Alumni, Syawal Abdulajit, membenarkan pemberhentian studi keempat mahasiswa itu. Keempatnya dikatakan telah melakukan tindakan 'makar', provokatif dan memecah belah NKRI.
"Jadi mereka itu sudah menerima SK yang diterbitkan sejak 12 Desember 2019, dan mereka itu sudah final kita buat SK-nya untuk pemberhentian sebagai mahasiswa," ujar Syawal Abdulajit, saat ditemui tim LPM Kultura di ruang kerjanya, Kamis (26/12/2019) sore tadi.
Menurutnya, isu soal HUT Papua merdeka itu mengancam kedaulatan NKRI dan perlu ditindak dengan tegas. Mahasiswa juga dinilai punya tendensi keperpihakan terhadap Organisasi Pembebasan Papua (OPM) yang mau memerdekakan diri sebagai Negara sendiri. "Dan itulah yang kita larang," tambanya
"Kami mengambil tindakan tegas karena itu, satu sudah mencoret nama institusi, kemudian yang kedua tidak mendukung pemerintah di bidang keamanan dan bela negara, dan yang ketiga sebagai mahasiswa itu sudah keluar dari kode etik," pungkasnya.
Syawal juga menuturkan bahwa mahasiswa dari berbagai Prodi itu telah mencederai nilai-nilai kehidupan bangsa, provokasi disintegrasi dan melanggar konstitusi. Ia menyayangkan apa yang dilakukan mahasiswa.
Sekali pun, lanjut Syawal, saat aksi tidak mengatasnamakan mahasiswa namun identitas mereka sebagai mahasiswa. Kecuali tambahnya, bersangkutan bukan mahasiswa Unkhair.
"Tetapi ini kan status dia sebagai mahasiswa itulah yang kita tindak, terserah setelah dia keluar atau kita pecat dari mahasiswa itu apakah dia masih melakukan tindakan itu atau tidak, itu bukan urusan konstitusi lagi, itu sudah urusan internal dia. Tapi sepanjang masih melekat status mahasiswa maka itu kita harus melakukan tindakan tegas," terang Syawal meneruskan bahwa hal itu mencederai status Unkhair di hadapan publik.
Syawal bilang, data mahasiswa sudah masuk ke pusat dan Kementerian, pun di Mabes TNI-Polri. Ia juga sebut data tersebut didapatkan dari Polres Ternate. Dalam catatan Syawal, nama Arbi sudah masuk beberapa kali saat melakukan aksi mendukung Papua.
"Tapi kemarin mereka lakukan hal yang sama jadi kita harus ambil tindakan tegas, artinya benih-benih disintegrasi itu bukan berasal dari OPM tetapi juga berasal dari kalangan kita sendiri kalangan mahasiswa," tuturnya.
Dalam lampiran SK, ke empat mahasiswa itu disebutkan telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan Misi Universitas Khairun, Pasal 82 ayat (3) Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor 83 Tahun 2017 tentang Statuta Universitas Khairun, Pasal 32 ayat (3) Peraturan Rektor Universitas Khairun Nomor 1714/UN44/KR.06/2017 tentang peraturan akademik, serta Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Kode Etik Mahasiswa Universitas Khairun. Juga mengacu pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Namun SK pemberhentian studi atau Drop Out itu belum diterima oleh ke empat mahasiswa sejak disebutkan terbit pada 12 Desember lalu itu.
"SK DO belum kami terima," aku Arbi, salah satu mahasiswa yang juga di berhentikan dari kampus.
Dia heran, kenapa SK DO keluar tanpa melibatkan mereka. Bahkan tidak dipanggil untuk dimintai keterangan. Pun tidak dilayangkan surat secara resmi oleh Universitas.
Tindakan pihak kampus tersebut, kata dia sepihak dan menyalahi prosedur civitas akademik secara konstitusional.
"Kita tolak itu SK, akitivitas kita tidak ada sangkut-pautnya dengan kampus. Kampus tidak punya hak untuk intervensi," tutur Arbi saat dikonfirmasi.
Siang tadi, Arbi bilang ia sambangi ke ruang Wakil Dekan III FKIP untuk menanyakan SK yang dimaksud, namun Wadek III FKIP sebut SK itu belum ada.
"SK DO belum kami terima," aku Arbi, salah satu mahasiswa yang juga di berhentikan dari kampus.
Dia heran, kenapa SK DO keluar tanpa melibatkan mereka. Bahkan tidak dipanggil untuk dimintai keterangan. Pun tidak dilayangkan surat secara resmi oleh Universitas.
Tindakan pihak kampus tersebut, kata dia sepihak dan menyalahi prosedur civitas akademik secara konstitusional.
"Kita tolak itu SK, akitivitas kita tidak ada sangkut-pautnya dengan kampus. Kampus tidak punya hak untuk intervensi," tutur Arbi saat dikonfirmasi.
Siang tadi, Arbi bilang ia sambangi ke ruang Wakil Dekan III FKIP untuk menanyakan SK yang dimaksud, namun Wadek III FKIP sebut SK itu belum ada.
Dia bilang akan menindak-lanjuti kasus pemberhentian studi tersebut. Saat ini, dia bersama ke tiga temannya telah menyiapkan pendamping hukum untuk menangani kasus itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, ke empat mahasiswa itu ikut tergabung dalam aksi yang dilakukan oleh Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Komunitas Mahasiswa Papua (KMP), Senin (2/11/2019) lalu di depan Univ. Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU).
Aksi tersebut untuk memperingati Hari lahirnya bangsa west Papua ke-58 tahun silam, atau 1 Desember 1961. Pun menuntut pembebasan terhadap 6 tahanan politik Papua.
Massa aksi saat itu berjumlah sekira puluhan orang. Mereka dibubarkan secara paksa oleh gabungan TNI-Polri. Ada 10 orang yang ditangkap, 4 mahasiswa diantaranya teridentifikasi menempuh studi di Perguruan Tinggi Unkhair. 6 orang lainnya tersebar diberbagai Universitas di Maluku Utara.
Reporter: Tamim, Man & Ajun
Editor: Ajun
Tuhan jaga mereka...
BalasHapusPanjang umur perjuangan
BalasHapusLalu dimana hak yang seharusnya mereka dapat tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat?
BalasHapusNegara dan lembaga pendidikan serta segenap sayap-sayap nya juga sudah melanggar UUD 19945. Kebebasan berserikat, berkumpul dan berorganisasi serta menyampaikn pendapat di muka umum negara sudah melanggar itu.
BalasHapusRebut kembali hak-hak demokrasi! Lawan bung!
BalasHapusPanjang umur segala cita baik!🔥✊🏽
BalasHapus