Aksi demo peringati Hari HAM Internasional di Ternate, Selasa 10/12/19 [LPMkultura/Ajun) |
LPMKULTURA.COM - Ratusan mahasiswa dari Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus (SPDK) Ternate melakukan aksi dalam peringatan Hari HAM Internasional ke-71, di kota Ternate, Selasa (10/12/19).
Mereka menyoroti berbagai macam kasus pelanggaran HAM dan pembungkaman demokrasi yang berlangsung selama dua periode pemerintahan Jokowi, tak terkecuali di Maluku Utara.
Baca juga:
"Banyak kasus yang terjadi di Maluku Utara, misalnya Pertambangan, isu reklamasi, kelapa sawit, tempat PKL yang tak layak dan lainnya," ujar Korlap, Meilani, saat berlangsungnya aksi siang tadi
Kasuistik, kata Mei, misalnya soal pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan pun kasus pembungkaman demokrasi beberapa pekan lalu di Kota Ternate.
Ada kasus KK (17) yang menjadi korban pemerkosaan hingga meregang nyawa. Di lain kasus, soal represifitas TNI-Polri terhadap massa aksi dari FRI-WP dan KMP yang berujung 10 orang ditangkap dan ditahan di Polres semalaman.
Musabab dari kriminalisasi cukup janggal. Penangkapan itu terjadi di depan kampus II, Univ. Muhammadiyah Maluku Utara, setangah jam aksi berjalan, Senin (2/12/19). Kedua organisasi yang menyuarakan kemerdekaan west Papua, 1 Desmber 1961 itu di intimidasi. Di pukul lalu ditangkap, dan diperlakukan secara tidak manusiawi.
Pada esok harinya, pembungkaman demokrasi juga terjadi di kampus STKIP Kieraha. Mahasiswa dari organisasi Samurai-MU yang melakukan mimbar orasi dipukul dan dibubarkan paksa oleh salah satu dosen.
Di Univ. Khairun, ada surat edaran rektor yang terbit akhir November lalu. Surat itu menegaskan pelarangan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi.
Belum berlangasung lama pembungkaman demokrasi, akhir-akhir ini, di Unkhair juga selalu dilarang menyampaikan pendapat di muka umum.
Mahasiswa yang melakukan orasi harus prosedural, memberi surat izin sebelum aksi.
"Kami percaya bahwa kampus adalah benteng terakhir demokrasi, selama pembungkaman demokrasi terjadi dikampus, maka indonesia masih juga darurat demokrasi," paparnya.
Masuknya TNI-Polri dilingkungan kampus, tambah Mei, itu jadi cermin buruk dan ancaman bagi gerakan mahasiswa.
Sebab itu, lanjut Mei, militerisme tak boleh ada di lingkungan kampus. Kampus dunia akademi, bukan berkumpulnya para serdadu.
"Intinya TNI-Polri tidak boleh masuk kampus," pungkasnya
Reporter: Ajun