LPMKULTURA.COM – Sidang perihal kasus drop out (DO) empat mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) sudah berjalan tiga kali sejak pertama kali digelar pada 27 April lalu di pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Ambon, Maluku. Namun, hingga sidang ketiga ini berlangsung dengan bahasan terkait “perbaikan pemeriksaan persidangan” pada Rabu (6/5/2020), pihak kampus Unkhair enggan menghadiri sebagai tergugat.
Al Walid Umamit, Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang mendampingi empat mahasiswa, membenarkan bahwa pada sidang ketiga tersebut, pihak tergugat ataupun yang mewakili kepentingan hukum Rektor Unkhair tidak hadir dengan alasan adanya pandemi COVID-19.
Informasi
itu disampaikan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara bahwa pihak kampus tidak bisa
ikut sidangan lantaran adanya wabah global ini.
“Padahal mestinya rector tahu dan paham bahwa kepentinan hukumnya dapat diwakilkan kepada advokat professional yang berdomisili di Ambon, jika tegugat mau,” katanya kepada lpmkultura.com, Rabu (6/5/2020) melalui sambungan telepon.
Saat ditanyakan apakah ketidakhadiran pihak kampus menyalahi prosedur, Al Walid bilang tidak ada larangan atas ketidakhadiran. “Tapi secara etik harusnya rektor memberikan teladan yang baik dalam mengikuti setiap proses persidangan.”
Itu kata dia, bisa dilakukan dengan cara menghadiri dan mengikuti persidangan sendiri dan atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya setelah pengadilan memanggil pihak tergugat secara patut dan sah secara hukum pada perkara kasus DO tersebut.
Baca juga: Tolak SK DO, Fahrul dan Tiga Temannya Aksi, Mogok Makan dan Tidur di Kampus
Dia bilang, pihak penggugat selalu hadir tepat waktu hingga sidang ketiga ini. Sidang selanjutnya akan digelar pada 12 Mei 2020 mendatang.
Sebelumnya, pada 30 April lalu usai sidang kedua, dalam keterangan tertulisnya, dia mengatakan bahwa Piihak kampus Unkhair telah melawan PTUN Ambon dengan cara konkrit, yaitu tidak menghadiri persidangan.
Perkara
perihal kasus yang tengah ia kawal, kata dia merupakan bentuk nyata dari
pembungkaman demokrasi tertutama kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi
hak-hak konsitusional warga negara.
“Selain
itu, jika DO dibenarkan dan tidak dilakukan perlawanan hukum sampai dibatalkan
atau dicabut, maka bisa jadi preseden buruh mahasiswa dalam mengawal dan
memperjuangkan aspirasi mahasiswa itu sendiri atau pun aspirasi masyarakat,”
terangnya.