Sejumlah mahasiswa Unkhair aksi bisu, tolak bayar UKT (Foto/lpmkultura) |
lpmkultura.com – Sejumlah mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) menggelar aksi bisu di depan rektorat Unkhair, pada Rabu (24/6/2020) siang, menolak bayar uang kuliah tunggal (UKT) di masa pandemi.
Aksi bisu tersebut merespon dua hal; pertama, Permendikbud nomor 25 tahun 2020 tentang standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi pada perguruan tinggi negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 19 Juni kemarin, dan kedua, respon Badan Eksektutif Mahasiswa (BEM) yang dinilai tidak becus mengawal masalah mahasiswa di tengah himpitan ekonomi karena pandemi.
Lana, seorang mahasiswa Unkhair, mengatakan, keputusan yang diterbikan melalui Permendikbud itu tidak sesuai dengan tuntutan mahasiswa, yaitu gratiskan pendidikan selama pandemi. Menurutnya, kampus juga harus memastikan itu.
“Di dalam Permendikbud yang diterbitkan Mendikbud, Nadiem Makarim, bukannya menggratiskan, tapi justru membikin mahasiswa ke dalam kategori-kategori. Padahal, virus ini kan, memukul seluruh ekonomi mahasiswa,” ujarnya saat di temui di lingkungan kampus.
Bagi dia, protes dengan jumlah massa aksi yang sedikit itu, bukan berarti menyusutkan semangat mereka untuk menuntut kampus menggratiskan pendidikan. Organisasi intra kampus, semisal BEM, sampai sekarang tidak bisa diharapkan. Sebagai organisasi mahasiswa di kampus, harusnya memahami problem mahasiswa, bukan mengikuti logika birokrasi.
“BEM Unkhair harusnya mengawal aspirasi ini (tuntuan tolak bayar UKT, red).”
Dia menuturkan, selama pandemi mereka tidak menggunakan fasilitas kampus sama sekali, tapi uang kuliah kenapa harus bayar. UKT, menurutnya diperuntukan untuk proses belajar-mengajar di kampus, semisal praktikum, kubermas (kuliah berkarya masyarakat), kuliah lapangan (PKL), dan prasarana lainnya.
Ini, yang menurut Lana janggal kalau, harus bayar uang kuliah, sementara selama semester berjalan faslitias kampus tidak terpakai sama sekali.
Pendapat lain disampaikan Amat, mahasiswa semester 3. Kepada lpmkultura, Amat bilang, mereka harus menghadapi situasi pelik. Dimana, selama pandemi ini mereka harus melakukan kuliah online, dengan biaya qouta ditanggung sendiri.
Apalagi, saat ini, selain berfikir bagaimana membayar uang semester, dia juga memikirkan uang kos-kosan yang menunggak hampir beberapa bulan. Kebutuhan pokok, makan-minum pun sudah sulit didapatkan. Kadang makan di rumah teman. Selama pandemi, dia jarang minta uang ke orang tuanya.
“Saya kadang sering malu,” katanya sembari menunduk dengan menyembunyikan senyum di wajahnya.
Dia, bilang, apa yang dia rasakan, mungkin belum seberapa. “Bagaimana dengan teman-teman yang lain.”
Dia memahami kondisi orang tua yang hanya sebagai petani di kampung. Pendapatan mereka menurun, ditambah banyak saudaranya yang harus dipenuhi kebutuhan hidup di rumah.
Saat ditanya, apakah menerima keputusan pengurangan biaya kuliah dari Mendikbud, dia bilang terlalu banyak persyaratan dan klasifikasi penerima bantuan dan pengurangan biaya kuliah.
“Baiknya digratiskan saja untuk semester ini, kan kita tidak mendapatkan perkuliahan selama pandemi ini kan,” terangnya.
Sementara, pesan singkat yang kami kirimkan ke Wakil Rektor III Unkhair, Syawal Abdulajid, belum ada tanggapan sampai berita ini diterbitkan.
Reporter: Ajun