Aksi protes mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara pada Senin (27/7/2020) FOTO Kultura/Fahdi. |
lpmkultura.com -- Panas bara api dari ban bekas yang dibakar sejumlah mahasiswa di lingkungan kampus A Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, pada Senin (27/7/2020) bikin pangling sejumlah pejabat kampus. Mahasiswa yang sudah membangun posko perjuangan itu berkumpul untuk melancarkan aksi protes kepada rektor kampus yang enggan menurunkan biaya kuliah. Mereka meminta agar uang kuliah turun sebanyak 50 persen selama pandemi.
Aksi mahasiswa itu mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa UMMU Bergerak. Sebelumnya mereka sudah menggelar aksi serupa, namun tak juga digubris. Namun, hari ini, berbeda. Tampak di tengah aksi, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Agus Mawanda, Wakil Rektor III, Hery Zainal dan beberapa jajaran lainnya.
Sekitar pukul 12.00 WIT, mahasiswa sempat berdebat dengan kedua wakil rektor itu. Namun, tak menghasilkan kesepakatan. Aksi terus dilancarkan. Ban bekas terus di bakar. Mahasiswa menuntut agar biaya kuliah walau tak bisa digratiskan sama sekali, setidaknya kampus beri keringanan sebanyak 50 persen.
Mahasiswa yang kami temui di lapangan saat aksi berlangsung tak mau memberi komentar dengan mencantumkan nama. Alasannya kampus kerap merepresif mahasiswa dengan ancaman skorsing dan sebagainya. Kasus itu pernah terjadi pada 7 orang mahasiswa pada 2018 lalu.
Namun, dalam beberapa orasi mahasiswa mengatakan tuntutan penurunan biaya uang kuliah atau SPP berkaitan dengan kondisi pendapatan ekonomi orang tua yang diterpa pandemi saat ini. Mahasiswa tak mampu membayar SPP secara normal, belum lagi kuliah online yang memaksa harus ikut kelas selama semester berjalan dengan ponsel yang dituntut punya qouta internet.
"Secara finansial sebagian dari kami tidak mampu memenuhi itu (beli qouta internet)," tutur salah satu orator.
Pada selebaran Aliansi mahasiswa ini, terdapat sejumlah tuntutan, baik itu tuntutan turunkan biaya SPP, menolak kuliah daring, mendesak rektor keluarkan revisi SK penurunan biaya SPP, meminta stop naikkan uang sarana tiap tahun, mendesak pembentukan Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat universitas, hingga mengecam pembungkaman ruang demokrasi mahasiswa.
Aksi mahasiswa Univ. Muhammadiyah Maluku Utara pada Senin (27/7/2020) FOTO Kultura/Fahdi |
Aliansi mahasiswa meminta agar Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Saiful Deni untuk membicarakan secara bersama dengan melibatkan mahasiswa terdampak terkaif pembayaran SPP di tengah pandemi.
Namun rektor tak kunjung ditemui. Wakil Rektor III, Hary tak mau berkomentar. Dia serahkan kepada Agus Mawanda, Wakil Rektor I. Kepada LPM Kultura, Agus mengungkapkan bahwa tuntutan mahasiswa untuk menurunkan biaya SPP sebanyak 50 persen tidak mungkin di penuhi. Dari hasil rapat Senat Universitas pada Kamis pekan lalu, dikatakan pemotongan hanya sebesar 25 persen dari uang SPP normal.
"Kami di paksa untuk mengurangi 50% itu tidak masuk dalam skenario kami. Dengan mengurangi biaya SPP, otomatis roda organisasi ini tidak bisa dimaksimalkan, makanya kita hanya bisa memperpanjang biaya SPP. SK belum keluar, tapi Itu hasil dari keputusan Senat," tutur Agus di tengah aksi masih berlangsung.
Agus Mawanda menyebut, kampus mengambil kebijakan dengan skema membuat mekanisme pencicilan sebanyak 4 kali dengan membayar Rp.200.000 agar mahasiswa bisa melakukan registrasi.
Walau begitu, aksi protes terus di gelar hingga sekitar pukul 15.30 WIT, mahasiswa mulai membuarkan diri. Sebagian bertahan di posko perjuangan. Dalam beberapa orasi mahasiswa menegaskan, akan kembali aksi lagi bila tidak diindahkan tuntutan turunkan uang kuliah.
Reporter: Fahdi AR. Jusuf dan Harisa Torano
Editor: Ajun