Aksi demonstrasi di depan kantor PTUN Amnon, Maluku, Jumat (25/9/2020) jelang sidang putusan kasus DO empat mahasiswa Unkhair. FOTO: Aliansi di Ambon |
lpmkultura.com -- Puluhan mahasiswa menggelar aksi di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Maluku Utara, pada Jumat (25/9/2020). Aksi atas nama Aliansi Pro Demokrasi (ALDEM) ini menyerukan solidaritas kepada empat mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) yang dipecat (drop out/DO) dari kampus.
Demonstrasi ini diserukan secara nasional dan digelar dibeberapa kota besar di Indonesia, termasuk di depan PTUN Ambon, Makassar dan daerah-daerah lain. Aksi ini sekalian merespon sidang putusan yang bakal dilaksanakan pada 29 September 2020 nanti.
"Kami meyakini teman-teman kami tidak bersalah karena menyampaikan pendapat secara damai dan bahkan tidak mengatasnamakan kampus, kata Fandi Pomsa, koordinator aksi Aliansi Pro Demokrasi. "Majelis hakim PTUN Ambon harus lebih bijak, arif dan adil dalam mengambil keputusan kasus drop out mahasiswa ini."
Aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Ternate, pada Jumat (25/9/2020) jelang putusan sidang tanggal 29 September nanti. FOTO: Ajun/LPM Kultura |
Dia mengungkap kembali bolong-bolongnya putusan Rektor Unkhair Husen Alting terhadap keempat kawannya yang di DO sejak 12 Desember tahun lalu itu. Fandi bilang, terdapat banyak kejanggalan, mulai dari putusan SK DO yang keluar di tanggal yang sama tepat surat dari kepolisian diberikan ke kampus.
"SK DO dikeluarkan oleh Rektor tanpa rapat penasehat akademik, program studi, dan program studi ke fakultas."
Sejak SK DO terbit dengan nomor 1860/UB44/KP/2019. Mahasiswa tak di panggil sama sekali oleh pihak kampus untuk direhabilitasi atau semacamnya bila menurut kampus diduga melakukan tindakan disintegrasi bangsa karena demonstrasi mendukung Papua menentukan nasib bangsa sendiri di depan kampus Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, pada 2 Desember 2019.
Aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Ternate, pada Jumat (25/9/2020) jelang putusan sidang tanggal 29 September nanti. Massa membentangkan poster. FOTO: Ajun/LPM Kultura |
Fahrul Abdullah--salah satu korban DO, kepada kami dia mengatakan bahwa sejak mengikuti perkembangan kasus yang tengah mereka hadapi di PTUN, terdapat berbagai pernyataan yang bertentangan satu dengan lainya atas jawaban, eksepsi, alat bukti, saksi fakta, dan saksi ahli yang di buat dan dihadirkan oleh kuasa hukum tergugat atau Rektor selama proses persidangan.
"Misalnya jawaban kuasa hukum tergugat yang dapat dipahami adalah kami telah melakukan perbuatan tercela walaupun dalam aksi tidak membawa almamater universitas, tapi tidak dinegasikan bahwa kami adalah bagian dari civitas akademika," ujar Fahrul yang balik lebih dulu ke Ternate karena kondisi kesehatannya terganggu.
Fahrul bersama tiga temannya--Arbi M. Nur, Fahyudi Kabir dan Ikra S. Alkatiri--memang saat sebelum keluar SK DO, tak pernah di panggil pihak kampus. "Sehingga kala itu kami tidak diberikan hak menjawab tudingan kampus yang seolah-olah kami melakukan kesalahan.
Fandi menambahkan, setidaknya kasus empat mahasiswa di Unkhair ini menjadi boomerang tersendiri bagi kampus, atau setidaknya borok kampus sedang terbuka (dibuka) ke muka publik.
Bagi dia, kasus mahasiswa ini juga merupakan masalah besar pelanggaran hak asasi dan pemberangusan demokrasi di sektor pendidikan.
Jelang putusan pengadilan beberapa hari kedepan di PTUN Ambon ini, Fandi dan kawan-kawanya akan terus berupaya mendorong agar seluruh gerakan mahasiswa dan juga rakyat terlibat menentang kebijakan kampus yang dinilai represif menyikapi kasus .
Dalam aksi itu, Aliansi punya 4 tuntutan, diantaranya; cabut SK DO keempat mahasiswa; mendesak rektor merehabilitas harkat, martabat dan kedudukan keempat mahasiswa seperti semula sebagai mahasiswa Universitas Khairun di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Kewarganegaraan pada Snester V (Ikra S. Alkatiri), Fakultas Teknik Jurusan Elektro semester 11 (Fahyudi Kabir), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Kimia semester 13 (Arbi M. Nur), dan Fakultas Pertanian Jurusan kehutanan semester 11(Fahrul Abdullah W. Bone).
Mereka juga menyerukan agar kampus-kampus [termasuk Unkhair] berikan jaminan kebebasan akademik sesuai amanat konstitusi; sera menyerukan dukungan solidaritas untuk kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat; kerap gagal menegakan keadilan.
Reporter: Darman
Editor: Ajun