Ilustrasi gambar: Tabloidjubi |
Oleh: Afrizal*
DI ERA GENERASI MILENIAL hari ini, pemerintah mencanangkan program Komcad (Komponen Cadangan) bagi mahasiswa. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono, Menurutnya, Komcad adalah “kesadaran dari warga masyarakat/mahasiswa yang ingin membela negara jika terjadi perang.”
Tentu hal ini merupakan bentuk pandangan yang mengandung makna ganda. Sebab kalau tujuan pemerintah dalam menerapkan program Komcad adalah untuk melibatkan masyarakat dan atau mahasiswa jika terjadi perang, maka dewasa ini perang juga memiliki tafsir yang universal. Sehingga tidak hanya sebatas perang baku tembak secara fisik, namun perang di dunia siber, biologi, ekonomi, hingga keuangan. Dan tentu ini telah memiliki bidang atau jalur pendidikan formalnya sendiri, tanpa harus dijadikan program oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu, jika kita melihat kembali pada masa lalu--di masa pemerintahan Orde Baru Soeharto--tentu praktek ini pernah ada atau setidaknya menyerupai Program NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang melibat militer dalam ranah pendidikan formal (kampus) sehingga mengancam sifat kritisme mahasiwa dalam mengkritisi kebijakan pemerintah maupun kebijakan di dalam kampus.
Budaya militeristik yang masih mengakar dalam lembaga-lembaga bentukkan Orba tentunya harus menjadi perhatian khusus bagi mahasiswa, misalnya Menwa (Resimen Mahasiswa). Salah satu tujuan dibentuknya lembaga ini adalah menanamkan jiwa nasionalisme pada mahasiswa, namun pada prakteknya Menwa malah dijadikan alat oleh biroktasi kampus untuk mengekang hak-hak kebebasan menyampaikan pendapat, membubarkan aksi-aksi mahasiswa serta membunuh sifat kritisisme mahasiswa.
Tentulah ini sama-sama tidak kita inginkan apalagi bangkit kembali dan merongrong kebebasan demokratisasi kampus. Selain itu bentuk kecintaan kita terhadap negara juga tidak bisa diukur hanya sebatas lewat program Komcad dan keterlibatan kita pada program bela negara, melainkan keperdulian kita terhadap negara lewat mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat Indonesia.
Lalu Apa yang Dibutuhkan Mahasiswa?
Wacana Komcad ini beberapa bulan terakhir menjadi pembahasan hangat antar mahasiswa dibeberapa tonkrongan kampus. Selain dinilai berindikasi praktek militerisme yang coba dibangkitkan kembali dalam lembaga pendidikan formal, juga dinilai sebagai “pukulan balik” pemerintah atas sifat kritisisme mahasiswa Indonesia yang memprotes kebijakan pemerintah beberapa bulan terakhir lewat aksi-aksi demonstrasi, agitasi-propaganda dan aksi simbolik dibeberapa kesempatan aksi kemarin.
Sementara itu, menurut Koordinator Pusat Dewan Eksekutif Mahasiswa PTKIN Se-Indonesia, Onky Fachrur Rozie menyampaikan bahwa “Masih ada hal yang lebih urgen lagi di tengah mahasiswa yakni jaminan keberlangsungan pendidikan dan demokratisasi kampus." Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian lebih oleh pemerintah, terutama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di tengah-tengah maraknya pembungkam demokrasi didalam kampus, dan biaya pendidikan yang kian membumbung tinggi serta jaminan kebebasan berpendapat di lingkungan kampus yang kian hari kian diberhangus oleh lembaga pendidikan dalam hal ini universitas di Indonesia.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi. Pemecatan atau Drop Out (DO) mahasiswa yang menyampaikan pendapat di lingkungan kampus serta menuntut pertanggungjawaban negara atas biaya pendidikan di masa pandemi, dibalas oleh kampus dengan surat Drop Out dan skorsing terhadap mahasiswa, belum lagi kasus kekerasan seksual di dalam perguruan tinggi yang semakin tinggi tentu menjadi persoalan yang harus dijawab oleh Kemendikbud demi menjaga keberlangsungan demokratisasi kampus agar lebih baik. Bukan malah menyetujui program Komcad yang merupakan hasil kerja sama dengan Menhan, Prabowo Subianto.
Oleh karna itu, kebutuhan yang paling mendasar mahasiswa di indonesia, yang harus dipenuhi dan diperhatikan oleh pemerintah adalah menjamin kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi di lingkungan kampus serta meningkatkan kualitas mutu pendidikan yang lebih baik yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Bukan program Komcad dan embel-embel pembungkam demokrasi lainnya. Kita, sebagai mahasiswa, harus menolak dengan tegas penerapan program Komcad atau wajib militer di lingkungan kampus di seluruh tanah air ini.
*Penulis adalah aktivis mahasiswa, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Cabang Ternate.
Note: Tulisan penulis merupakan tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi LPM Kultura. Ingin berkontribusi, baca ketentuannya disini.