Seorang mahasiswa di tangkap depan Polres Ternate, Kamis (29/10/2020). FOTO/Istimewa |
lpmkultura.com -- Demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Ternate masih berlangsung hingga kemarin, Rabu (28/10/2020) bersamaan dengan peringati Hari Sumpah Pemuda. Sekitar puluhan mahasiswa ditangkap sejak kemarin dan hari ini.
Yang ditangkap kemarin sudah dibebaskan. Sementara pada Kamis 29 Oktober hari ini, informasi terakhir menyebut sebanyak 15 orang lainnya dibekuk kembali oleh aparat kepolisian dengan dalih tidak ada demonstrasi atau aktivitas semacamnya di hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW.
Polisi memang sudah memberi imbauan agar massa aksi yang bentangkan bendera sepanjang 5 meter depan Polres itu segera bubar. Namun massa aksi tetap desak agar kawan-kawannya dibebaskan.
Penangkapan dan penahanan terhadap pengujuk rasa ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk kriminalisasi dan melanggar amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Hingga berita ini ditulis pada Kamis malam, pukul 20.20 WIT, massa aksi yang ditangkap dan ditahan di Polres Ternate belum dibebaskan.
Dalam keterangan resmi Komite Aksi Bersama (KABAR) yang meliris kronologi penangkapan menyebur bahwa represifitas itu terjadi dua kali dalam sehari secara berulang di jam yang berbeda depan Polres.
Salah seorang massa aksi ditangkap aparat saat aksi di depan kantor Polres Ternate, Kamis (29/10/2020). FOTO: Darman/Lentera |
Pada aksi gelombang pertama, penangkapan dan represifitas terjadi sekira pukul 12.30-15.15. Massa dipukul mundur dan dikeroyok. Sejumlah massa aksi babak belur, memar dan bagian kepala pecah. Tak lama, massa aksi yang sudah dibubarkan itu balik lagi dan ada yang tertangkap.
Sementara, puluhan massa aksi solidaritas yang gelar aksi bisu gelombang kedua sekira pukul 16.00-17.00--tanpa menggunakan pengeras suara--dengan tuntutan yang sama, termasuk mendesak bebaskan peserta aksi yang baru ditangkap beberapa jam lalu juga dikriminalisasi dan ditangkap aparat.
Irawati Harun salah seorang peserta aksi yang sempat lolos menceritakan bagaimana aparat kepolisian secara brutalitas menangkapi kawan-kawannya. Dia mengatakan polisi memukul seorang kawannya sampai kepalanya berlumur darah.
Pendampingan terhadap massa aksi yang belakangan ini loyal menyuarakan protes atas pengesahan UU Cipta Kerja masih terus diupayakan. Saat ini dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Trust dan pendamping dari Kongres Advokat Indonesia di Ternate bakal dampingi. Namun sejauh ini kami belum dapat keterangan lebih lanjut soal massa aksi yang ditangkap.
Kordinator Komite Aksi Bersama (KABAR) Bastian Jamal mengatakan padahal demonstrasi itu sekedar meminta pembebasan terhadap peserta aksi yang ditangkap tanggal 28 Oktober kemarin.
Namun, polisi bertindak seolah-olah massa aksi melakukan tindakan vandalis yang menurut negara melanggar hukum. "Kami mencecam keras penangkapan dan represifitas ini."
Soal penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Bastian bilang mereka tetap gigih dan akan terus lakukan radikalisasi terhadap seluruh sektor gerakan rakyat. Termasuk menyerukan boikot atas pemilihan umum kepala daerah yang akan berlangsung pada Desember mendatang.
Kriminalisasi Terhadap Pers
Demonstrasi itu juga berujung pada kriminalisasi terhadap seorang awak media koridormalutnews.com yakni Ikram. Saat hendak mengambil dokumentasi (foto dan video) di lapangan untuk keperluan reportase, beberapa aparat kepolisian menghalang-halangi dan bahkan merampas alat perekam atau handphone milik jurnalis itu.
"Pada saat melakukan peliputan, handphone saya dirampas saat sedang mengambil dokumentasi," kata Ikram kepada sejumlah awak media di lokasi depan Polres.
Walau sudah menunjukan kartu pers, namun Ikram tetap ditindak. Itu terjadi sekira pukul 15.57. Dia bilang, polisi juga mengeluarkan kata-kata yang mencederai profesi sebagai pilar keempat di negara demokrasi.
Sampai sejauh ini mahasiswa masih ditahan di Polres.
Reporter: Fahdi AR. Jusuf
Editor: Ajun