Tangkapan layar diskusi webinar dan worskhop via zoom metting, Kamis (1/10/2020). FOTO/Panitia ECJP2020 |
[Ringkasan Diskusi Hari pertama "Memotret Kondisi Hutan dan Manusia di Timur Indonesia #1 ]
lpmkultura.com -- Wilayah timur Indonesia merupakan benteng terakhir hutan hujan tropis yang tersisa di Indonesia. Namun, deforestasi akibat kerusakan hutan tak terelakan terjadi setiap tahunnya. Hal ini pula yang mendasari Forest Watch Indonesia (FWI), Mongabay Indonesia dan Universitas Pattimura menginisiasi program Environmental Citizen Journalism Program (ECJP) 2020 dengan topik "Memotret Kondisi Hutan dan Manusia di Timur Indonesia" yang berlangsung selama 3 hari, mulai tanggal 1-3 Oktober 2020.
Selain kegiatan seminar, workshop dan pemberian beasiswa (fellowship) untuk melakukan peliputan mendalam (indepth), juga program ini dimaksudkan supaya meningkatkan peran masyarakat (citizen) untuk turut terlibat dalam menyebarluaskan informasi kondisi hutan dan manusia di bagian timur Indonesia.
Di hari pertama, Kamis (1/10/2020) Webinar & Worskhop ini, kurang lebih 36 peserta yang hadir dari wilayah Indonesia Timur; Maluku, Maluku Utara, Papua dan Sumbar. Roy Siauta, mewakili Gubernur Maluku Utara, dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku turut memberi sambutan dengan memaparkan kondisi hutan di wilayah timur Indonesia.
Hadir beberapa pembicara, diantaranya; sesi pertama, Suyadi, PhD dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor dan Dr. Bokiraya Latuamury, membahas "Kondisi Hidrologi, Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim". Di sesi kedua, pembicaranya Fredrik Engelbert Tumbel, Kepala seksi Wilayah III Gamkum KLHK Wilayah Maluku dan Papua. Dia membahas "Ancaman dan Kerusakan Hutan". Dan yang terakhir Habib Almaskaty dari Komunitas Blogger Maluku, membicarakan "Peran Pemuda & Perempuan dalam penyelamatan Hutan". Sementara, Ir. Agustinus Kastanya MS dari Univ. Pattimura sebagai moderator.
Suyadi memaparkan terkait potensi dan ancaman keanekaragaman hayati di Indonesia. Dia menyebut selain mangrove 23%, ada endemik tinggi e.g. 46% untuk Papua. Maluku termasuk provinsi kepulauan terbesar di Indonesia (92% laut, 1.340 pulau kecil). Ditengah ancaman kerusakan hutan, biodiversitas menjadi penting dalam tiga hal; untuk kualitas dan keseimbangan hidup; sebagai sumber kehidupan: pangan, energi, air bersih, obat-obat, adat dan budaya, kesehatan mental dan modal atau aset penting untuk pembangunan berkelanjutan. Walau begitu, ada tantangan yang bakal dihadapi diantaranya; Biodiversity loss atau hilangnya keanekaragaman hayati; Habitat destruction atau kerusakan habitat; Pollution (plastic, oil, etc.) atau Polusi (plastik, minyak, dll.) dan terakhir Climate change atau terjadi perubahan iklim.
Sementara, Dr. Bokiraya Latuamury meninjau dari karakteristik Hidrologi pulau kecil & mitigasi-adaptasi perubahan iklim dan bidang sumber daya air di Provinsi Maluku. Perempuan yang juga pengajar di Univ. Pattimura ini menjabarkan terkait isu-isu strategis Daerah Aliran Sungai (DAS) di Maluku. Mulai dari permasalahan lingkungan DAS di Kota Ambon dan Seram, serta permasalahan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Seram.
Dia menyimpulkan berberapa hal diantaranya; faktor Iklim, yang berdampak pada sumberdaya air bersih secara musiman (musim penghujan
maupun musim kemarau), peningkatan suhu, & berubahnya pola curah hujan (Wilayah dengan potensi terdampak untuk penurunan curah hujan, pada Pulau Buru, Ambon & Aru). Sedang daerah yang berpotensi mengalami peningkatan kekeringan adalah Pulau Wetar hingga manajemen pengelolaan air bersih mesti memperhitungkan dampak Perubahan Iklim belum membudaya dalam kehidupan bermasyarakat di pulau-pulau kecil.
Ancaman Kerusakan Hutan Peran Kaum Muda
Seperti data yang dikutip dari FWI, pergerakan deforestasi mulai mengindikasikan tumbuhnya angka-angka deforestasi di wilayah timur seperti Maluku dan Papua. Data yang mereka peroleh dari hasil analisis laju deforestasi rata-rata per region FWI 2018, di rentang tahun 2000-2009, Maluku dan Papua kehilangan hutan alam seluas 128,52 ribu ha/tahun. Pada periode selanjutnya (2009-2013) luasan hutan alam yang hilang berkurang menjadi 214,88 ribu ha/tahun dan terus meningkat pada periode 2013-2017 menjadi 308,81 ribu ha/tahun.
Deforestasi hutan ini, bila tidak dicegah bakal terjadi terus menerus. Misal, hutan hujan tropis di Indonesia yang rentan di ekspolitasi kepentingan kapital yang lebih besar. Konsekuensinya tentu masyarakat di sekitar kawasan hutan yang terkena dampaknya; pemiskinan dan ketidakadilan, bahkan hingga diusir dari tanah sendiri. Tidak saja itu. Akses terhadap informasi pun tak terpenuhi dengan baik.
Fredrik E. Tumbel melihat sisi ancaman dan kerusakan terhadap hutan di wilahah Maluku Papua. Lima jenis kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, yakni; perambahan kawasan hutan dan Illegal Logging; pembakaran hutan dan lahan; perusakan/pencemaran lingkungan; dumping limbah B3/sampah/B3 dan serta perdagangan ilegal satwa langka. Dari kelima ini termasuk kejahatan luas biasa. Aktor-aktornya disebutkan diantaranya; individual, korporasi, kelompok terorganisasi, aktor transnasional, elit politik berpengaruh dan aparat. Kejahatan-kejahatan yang dilakukan termasuk mengakibatkan kerusakan hutan hingga terjadi deforestasi. Banyak pula spesies, baik tumbuhan, hewan dan jenis lain terancam punah.
Gakkum sendiri tengah menyiapkan langkah-langkah untuk menindak apa yang dia sebut "oknum" dengan membentuk satgas penanganan illegal logging dan perdagangan bebas bersama Polri, KPK, PPATK, Kejagung dan penegak hukum lainnya; peningkatan operasi pengamanan dan penjagaan di pintu-pintu keluar bandara dan pelabuhan laut; melakukan penegakan hukum secara serius dan terus menerus menindak tegas para pelaku.
Lantas, pertanyaan yang disodorkan Habib Almaskaty, bagaimana melibatkan "orang muda" untuk menyelamatkan hutan? Sebagai seorang yang aktif di komunitas Ambon Bergerak!, dia banyak memaparkan terkait peran kaum muda dalam isu penyelamatan hutan agar terhindar dari ancaman kerusakan hutan yang lebih besar kedepan.
Kepedulian kaum muda generasi milenial sangat dibutuhkan. Aksi-aksi menyelamatkan hutan harus sudah dilakukan sejak dini. Dia merumuskan tiga konsep aksi: pertama, Sebelum; kaum muda harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan krearif, merawat kepedulian, dokumentasi (tulisan, foto dan video) dan membangun metworking. Kedua, Bergerak; termasuk strategi menyiapkan posisi, tujuan, target, konten atau informasi, distribusi informasi, menjaga kredinelitas konten, keseimbangan dan alur informasi, stamina atau energi dan evaluasi. Dan terakhir, Sesudah; yang ini dia sebut "what next?" jawabanya kembali ke awal. Apa yang dia sebut "kembali ke awal" adalah kaum muda melakukan secara regenerasi dan dan berulang-ulang supaya menjadi alternatif penyelamatan hutan dan lingkungan.
Reporter: Ajun