Ilustrasi kritik/Harnas.co |
Oleh: Nurdafni K. Hamisi
Tuan, kau kata kritik itu harus sopan jika tidak, maka UU ITE adalah jawaban
Mungkin saja puisiku bisa menjadi salah satu yang kau sebut sopan
Jadi, biarkan puisiku yang mengutarakan.
Tuan dan puan yang saya banggakan
Yang tentu saja mencintai rakyatnya
Begitu bukan? Jangan jawab "Yoo kenapa tanya saya, saya kan nda tahu"
Aku, dia, mereka dan kita sudah muak mendengar celoteh basi kalian.
Ku ceritakan kisah lucu di pandemi ini
Kau kata PPKM wajib diberlakukan
Pedagang kecil dilarang berjualan, padahal mereka tak cari kaya, hanya cari makan
Sedang, diatas mimbar seorang puan berucap rumah sakit pejabat harus diistimewakan
Apa kabar rakyat kecil yang kau terlantarkan?
Apa kabar warga asing yang kau biarkan berdatangan?
Dengan alasan imigrasi belum mendapat laporan?
Saya sampai bingung, bagian mana yang harus saya tertawakan.
Kau kata, mahasiswa, buruh, dan yang merasa ditindas wajib melakukan demo
Tapi, kenapa saat ada teriakan 'lawan!'
Pintu demokrasi seakan kau bungkam
Dengan aparat sebagai ancaman
Baiklah. Baiklah, harus santai, jangan sampai dibantai
Saya akan memanggil kalian dengan sebutan pak, dan ibu, agar terkesan sopan
Pak, Bu, alam kita butuh pulih
Tapi, kurasa makin hari kulihat dia semakin menjerit
Pak, Bu, kalian pikir, oksigen yang kalian hirup itu berasal dari gedung-gedung pencakar langit?
Ku yakin kau paham, Indonesia sedang tak baik-baik saja
Warga kecil tak henti merintih
Demi sesuap nasi dan sekolah para anak yang dikasihi.
Sistem pemerintahan sedang pincang
Tapi kau dan jajaranmu membuatnya lumpuh
Kasus korupsi membumbung
Uang rakyat diselundup
Tak cukupkah negeri timur Indoesia kau telanjangi hutan-hutannya?
Tak cukupkah hak-hak rakyat kau batasi?
Bukankah harusnya Indonesia semakin baik
Tapi kenapa saat ini ekonomi Indonesia turun kelas?
Hingga, tak heran jika 'pembual' adalah panggilan yang pantas.
Terbaik dan kritis adik👍
BalasHapusTerbentur hingga terbentuk 💪