Ilustrasi biaya SPI |
aspirasipress.com – Wajah Nunung Purwati Rahmat, 17
tahun, tampak murung. Ia tak bisa sembunyikan air mata usai menelepon kedua
orang tuanya di kampung. Impian kuliah di salah satu Perguruan Tinggi di
Ternate, Maluku Utara, pupus ditengah jalan. Ibunya berkata tak sanggup membayar
biaya masuk Nunung ke kampus.
“Berhenti kuliah saja. Torang
mau apa kalau tara bisa bayar,” kata
Nunung mengulang apa yang dikatakan ibunya melalui sambungan telepon. “Saya
langsung menangis. Kecewa tidak tahu mau bicara apa.”
Nunung mengawali bulan Agustus dengan rasa haru dan pilu. Ia
dinyatakan lulus pada program studi Ekonomi Pembangunan melalui Seleksi Mandiri
Masuk Universitas Khairun (SMM-Unkhair). Namun, juga terlilit biaya yang
ditetapkan kampus. Alih-alih menggapai cita-cita, ongkos masa depan kandas.
Kedua orang tuanya sudah pisah ranjang. Nunung kini hidup
bersama Ibunya yang sekadar tukang jahit di kampung. Pendapatannya tak
seberapa. Bapaknya sakit-sakitan dan kini tinggal di rumah kakaknya. Ia
mengadukan masalah biaya UKT dan uang pangkal atau Sumbangan Pengembangan
Insitusi (SPI), namun begitu mendengar nominalnya tinggi, bapak dan ibunya
saling menyalahkan.
“Jalan satu-satunya kalau tidak bisa (bayar), saya akan putus
kuliah dengan keadaan begini. Tong
terima saja,” tutur Nunung kepada saya, Sabtu kemarin.
Mulanya, Nunung tidak tahu persis apa itu uang pangkal atau
SPI. Ia hanya tahu kalau kampus yang kini sudah berstatus Badan Layanan Umum
(BLU) ini jadi perguruan tinggi yang murah biaya, termasuk memberikan beasiswa
kepada mahasiswa yang ekonominya rendah.
Nunung bahkan menyangka kalau SPI adalah sumbangan dari
kampus buat mahasiswa yang kurang mampu. Dia tidak tahu sama sekali bahwa
kampus telah menerapkan pungutan biaya selain UKT bagi mereka yang lulus jalur
Mandiri.
Setelah melakukan registrasi dan mengisi seluruh data yang
diminta dari kampus, sebuah pesan masuk di emailnya dengan melampirkan link. Ia
lantas membuka tautan itu dan tertulis:
Anda Telah Ditetapkan Dalam Kategori
UKT K3 (Total Tagihan
Adalah Rp.1.515.000) Uang Ditransfer/Setor Ke Bank BNI Rekening….. Pembayaran
UKT Dapat Dilakukan Sebelum Tgl 27 Agustus 2021.
Dibagian bawah tertulis:
Selain Tagihan UKT,
Anda Juga Dikenakan Biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Sebesar
Rp.5.000.000, Tagihan Billing SPI Akan Dikirimkan Via Email Kemudian
Menggunakan Kode Billing VA Sebanyak 16 Digit..!
“Saya kaget sekali. Kenapa biaya semahal ini,” terang Nunung
dengan perlahan.
Mengetahui biaya setinggi itu, ia yakin, orang tuanya tidak
bakal mampu menebus angka semahal itu. Apalagi dalam waktu singkat.
Harapan Pupus
Nunung tidak sendirian. Kesulitan serupa juga dialami oleh
Wahyu MS Baba, 17 tahun. Wahyu juga mahasiswa baru yang lulus jalur Mandiri.
Saya menemuinya disela-sela aksi, pada hari Jumat (20/8/2021) lalu. Ia turut ikutaksi protes menolak penerapan biaya pungutan bersama Nunung dan puluhan
mahasiswa yang lain.
“Saya ikut aksi karena biaya SPI mahal. Orang tua saya tidak
mampu bayar,” kata Wahyu.
Bapak dan Ibunya sekadar buruh tani. Untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari, mereka sekadar bekerja di lahan milik orang lain.
Di Desa, Sidopo, Kecamatan Bacan Utara, Halmahera Selatan, kedua orang tuanya
tidak punya lahan kebun.
Wahyu punya cita-cita menjadi pengacara karena lulus di Prodi
Ilmu Hukum, bidang studi yang ia banggakan dan impikan sejak kecil. Sayangnya,
uang pangkal sebesar 5,5 juta ditambah biaya UKT Rp.1.893.000, bikin semua
harapan sirna.
Aksi protes mahasiswa Unkhair menolak penerapan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI), pada Jumat (20/8/21) Foto: Ajun/LPM Aspirasi |
Wahyu berkata, dia terlibat aksi agar uang pangkal dicabut,
bukan diberi keringanan atau diturunkan.
Uang Pangkal atau Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI)
diterapkan bagi mahasiswa baru yang lulus Seleksi Masuk Mandiri (SMM) di
Perguruan Tinggi Negeri. Pemberlakuan SPI ini merujuk pada Undang-Undang No
12/2020 tentang Pendidikan Tinggi, Permendikbud No 6/2020 dan Permendikbud No
25/2020.
Unkhair sendiri mengafirmasi kebijakan penetapan SPI melalui Surat Keputusan Rektor No 231/UNK44/KU.10/2020. Menurut keterangan kampus,
biaya UKT dan SPI ini untuk meningkatkan “kualitas dan pengembangan institusi”
dengan melibatkan orang tua mahasiswa baru jalur Mandiri.
Pihak universitas mengklaim sebelum menerapkan SPI, telah
disosialisasikan terlebih dahulu ke masyarakat terutama di sekolah—SMA/SMK/MA
bersamaan dengan sosialisasi penerimaan mahasiswa baru pada tahun lalu.
Sayangnya, Nunung, Wahyu, dan beberapa mahasiswa yang saya
temui berkata bahwa mereka baru tahu ada uang pangkal yang harus mereka
tanggung setelah registrasi.
“Saya justru baru tahu kalau ada SPI setelah registrasi,”
kata Dwi Nafila Radjaloa, 17 tahun, calon mahasiswa yang bernasib serupa.
Di dalam informasi pendaftaran ulang lulusan jalur SMM
Unkhair, tidak disebutkan sama sekali penanggungan SPI terhadap mahasiswa baru
jalur Mandiri. Hanya tercantum alur registrasi dan pengisian data sistem
informasi UKT.
Penjelasan pemberlakuan SPI Unkhair yang diterbitkan pada 20
September 2020 di laman resmi kampus juga tidak tercantum pembagian nominal
uang pangkal. Hanya disebutkan, kalau mahasiswa yang mendapat Kategori I, II
dan KIP-K tidak menanggung biaya SPI.
Biaya UKT dan uang pangkal pun tidak merata. Alias nominal yang ditanggung mahasiswa berbeda-beda. Musdalifa Musa, 17 tahun, misalnya, mendapat UKT kategori 4, persis seperti Wahyu, namun, uang pangkalnya sebesar 6 juta ditambah biaya UKT sebesar Rp.1.621.250.
Nunung, Wahyu dan Dwi, adalah bagian dari beberapa calon mahasiswa dari 1.574 peserta yang lolos jalur Mandiri di Universitas Khairun. Mereka tentu saja terkendala biaya.
Diprotes
Abdul Kadir Rifai, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Pertanian mengatakan, penerapan SPI adalah bagian dari kapitalisasi di sektor
pendidikan dan turut mencerminkan bahwa tidak ada keberpihakan kepada
masyarakat akar rumput untuk mengeyam pendidikan.
Sebagai Perguruan Tinggi yang telah berstatus BLU, Rifai berkata, kampus harusnya membuat usaha-usaha semacam lembaga
ekonomi mandiri agar tidak lagi bergantung pada pungutan biaya kepada
mahasiswa.
BEM Unkhair Bersatu, pada aksi, Jumat lalu, menyebutkan bahwa
pemberlakuan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Unkhair perlu ditinjau
kembali. SK Rektor No 231/2020 tentang uang pangkal harus dicabut karena
memberatkan mahasiswa yang ekonomi rendah ditengah pandemi.
Aturan ini, menurut mereka dengan sendirinya telah
mempersempit peluang calon mahasiswa untuk merasakan suasana belajar di
pendidikan tinggi.
Bagi mereka, di masa pandemi pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan membatasi aktivitas masyarakat dan tentu berdampak pada menurunnya
pendapatan ekonomi masyarakat.
Asyudin La Masiha, BEM Unkhair menuturkan dalam orasinya
Jumat lalu, uang pangkal sebagai ‘pungutan liar’ dan sangat membebani mahasiswa
baru.
Angkatan tahun 2020 juga telah merasakan dampak dari pemberlakuan SPI, dan kata dia, sebagian dari mereka harus putus kuliah.
Saat hearing yang digelar bersama BEM dan sejumlah mahasiswa di ruang Senat Unkhair, pada Senin (23/8/2021), Dr. Husen Alting, Rektor Unkhair diakhir periodenya ini menjelaskan bahwa dalam menerapkan SPI, pihak universitas telah melihat berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Dia berkata bila ada mahasiswa yang keberatan terkait
penetapan uang pangkal, maka “bisa mengajukan permohonan untuk memperoleh
penundaan, penurunan, atau pembayaran uang SPI secara berangsur”.
Pertemuan itu juga dia memberikan saran kepada BEM agar
membangun posko pengajuan mahasiswa yang tidak mampu.
“Maka solusinya begini. BEM bikin posko pengaduan mahasiswa
yang tidak mampu. Anda data mereka. Data-data mereka Anda bawa kesini
(rektorat),” kata Rektor dua periode ini yang juga membuat SK penerapan
kebijakan SPI pada tahun 2020 lalu.
“Tentunya dengan data. Bukan dengan surat keterangan tidak
mampu. Memangnya BEM tahu orang tuanya di Halmahera sana dia miskin? Kan tidak.
Pendapatannya mana, orang tuanya kerja dimana, baru nanti kita sandingkan
dengan data yang sudah dia kirim ke kami.”
Sementara, Mokthar Adam, Akademisi Ekonomi Unkhair berkata,
saat ini ekonomi di Provinsi Maluku Utara tidak sehat sama halnya dengan
kesehatan ekonomi Indonesia karena dipengaruhi oleh pandemi.
Pemerintah, kata dia, juga telah menerbitkan Perpu No 1/2020
tentang menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan dari serangan COVID-19 yang
bersifat kebencanaan. Kondisi ini membuat rakyat juga pendapatannya menurun.
“Diperlukan rumusan UKT dan SPI, melakukan penyesuaian
terhadap dinamika ekonomi yang dialami masyarakat ditengah kebencanaan,” kata
pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unkhair ini, singkat.
Rifai Abdul Kadir bilang, pendapatan ekonomi masyarakat
sedang terhimpit, terutama petani dan nelayan karena wabah. Kampus, mestinya
harus mampu melihat kondisi objektif dan memecahkan persoalan merosotnya
ekonomi masyarakat.
“Bukan menambah beban tanggungan bagi orang tua atau wali
yang anaknya ingin melanjutkan pendidikan,” tutur BEM Pertanian yang juga
mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah itu.
Rifai bilang, bagaimana mungkin membayar pungutan setinggi
itu, untuk biaya makan minum saja susah. Pemerintah saja turut memberikan subsidi
akibat virus global, kampus malah memungut lagi.[]
Editor: Susi H. Bangsa