LPM Aspirasi -- Sejumlah massa mahasiswa dari Front Perjuangan untuk Rakyat Sula (FPRS) menggelar aksi unjuk rasa mendesak Gubernur Maluku Utara cabut izin tambang di Kabupaten Kepulauan Sula, pada Senin (27/6/2022), di Sofifi, depan kantor DPRD dan Gubernur Maluku Utara.
Dari keterangan tertulis disebutkan, ada 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah mengepung Pulau Mongoli, Kepulauan Sula. Empat diantaranya tambang biji besi primer yang sudah siap mengeruk Pulau Mangoli.
Masri Buamona, Koordinator FPRS, mengatakan, pemerintah daerah mesti meninjau kembali izin tambang tersebut. Karena, katanya, tambang-tambang ini bikin warga di Kepulauan Sula resah dan berdampak buruk.
Masyarakat yang ada di Pulau Mongoli, kata Masri, sudah mengalami traumatik sejarah. Sebelumnya, perusahaan kayu menyebabkan banjir yang merusak jalan, serta kebun dan tanaman masyarakat.
Sebut saja PT. Barito Mangole, perusahaan kayu anak cabang PT. Barito Pacific beroperasi di Desa Mangole sekira tahun 1980’an.
“Perusahaan itu jadi biang keladi. Karena setelah selesai beroperasi, sering terjadi banjir jika hujan datang. Akibatnya petani sering gagal panen bahkan sampai sekarang,” ujarnya.
Masri melanjutkan, ini kebijakan liar yang akan melahirkan perampasan ruang hidup. Apalagi rata-rata mata pencaharian masyarakat disana sebagai nelayan dan petani. Masyarakat sudah tidak mau lebih menderita lagi.
"Dari kekhawatiran inilah masyarakat maupun mahasiswa melakukan penolakan secara serius karena ini berbicara soal kelangsungan hidup khalayak ramai,” ungkap Masri.
Kata Masri, tidak ada tambang yang tidak merusak hutan, sehingga pasti merusak kebun masyarakat, apalagi konsesinya masuk pemukiman warga dan daerah pesisir.
“Ini ancaman serius untuk masyarakat di Sula, khususnya daerah Mangoli,” terang mahasiswa asal Sula itu.
Empat IUP yang siap beroperasi itu PT. Aneka Mineral Utama dengan luas wilayah 22.535,1 hektar yang meliputi Kecamatan Mangoli Utara, Kecamatan Mangoli Tengah. Sementara PT. Wira Bahana Perkasa dengan luas wilayah 7,453,09 hektar yang meliputi Desa Barukol, dan Desa Paslal, Kecamatan Mangoli Tengah.
PT. Wira Bahana Kilau Mandiri memiliki luas konsesi 4,463,73 hektar. Nantinya wilayah operasi meliputi Desa Madapuhi dan Desa,Saniahaya, Kecamatan Mangoli Utara. Serta PT. Indo Mineral Indonesia memiliki konsesi 24,440,81 hektar akan mengeruk Kecamatan Mangoli Selatan dan Kecamatan Mangoli Barat.
Masri bilang, sebagian besar masyarakat setempat menilai 10 IUP bijih besi ini, membawah damapak besar terhadap ruang hidup. Mereka akan kesulitan karena kehilangan lahan untuk bertani. Begitupun akan kesulitan memancing karena air laut terancam tercemar limbah pertambangan.
Tanggapan Pemda Malut
Zulkifli Bian, Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekertaris DPRD Maluku Utara saat audience bersama massa aksi, mengungkapkan Komisi III DPRD akan mendalami IUP di Sula.
“Saya sudah sampaikan ke Ketua Komisi III DPRD dan siap menindaklanjuti aspirasi dari mahasiswa,” ungkapnya.
Sementara Bambang Hermawan, Kepala staf Dinas Penanaman Modal dan PTSP menjelaskan, kewenangan untuk izin usaha pertambangan itu ada di pemerintah pusat. Hal itu sesuai undang-undang nomor 3 tahun 2020 terkait pertambangan mineral dan batubara.
“Kalau kesepuluh izin tambang itu bermasalah, minta revisi tata ruangnya,” lanjut Bambang.
Tuntutan Massa Aksi
Front Perjuangan untuk Masyarakat Sula akan terus mengkampanyekan perlawanan terhadap tambang. Mereka akan kembali dengan bukti dan temuan-temuan pelanggaran.
“Kami akan kumpulkan bukti-bukti lebih banyak dan kembali gelar aksi hingga perusahaan angkat kaki dari Kepulauan Mangoli,” kata Masri.
Berikut tuntutan front perjuangan untuk masyarakat Sula:
1. Tolak beroperasinya PT. Aneka Mineral, PT. Wira Bahana Perkasa, PT. Wira Bahana kilau mandiri dan PT. Indo Mineral Indonesia di pulau mongoli.
2. Hentikan aktivitas CV. Azhara Karya dan tarik alat berat dari desa Wailoba.
3. Tarik TNI/Porli dari wilayah pertambangan dan hentikan perampasan ruang hidup di Maluku Utara.
4. Tolak perusahaan perusak hutan Patani
5. Hentikan penambangan pasir PT. Laborosto di desa Sambiki, kec. Morotai timur.
6. Tolak PT. start energi geotermal Indonesia di kec. Galela selatan Kab. Halmahera Utara.
7. Tolak aktivitas tambang pasir biji besi di Morotai Jaya.
8. Tolak seluruh IUP di Maluku Utara.
9. Cabut UU No 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Reporter: Hairul Rahmat
Editor: Darman Lasaidi