LPM Aspirasi -- Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 telah diterbitkan pada (31/8/2021) lalu. Aturan itu mengatur Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Nadiem Makarim, Mendikbudristek meneken langsung aturan ini. Ia juga menegaskan permendikbud nomor 30 sebagai bentuk perlindungan terhadap civitas akademika dalam mewujudkan pembelajaran yang aman.
Pasalnya, kasus kekerasan seksual marak terjadi di lingkungan akademik. Laporan Komnas Perempuan mencatat, sejak 2017-2020 kasus kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan. 27 persen aduan dari jenjang perguruan tinggi. Berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota, terdapat 89 persen perempuan dan empat persen laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.
Senada dengan itu, survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 77 persen dosen mengakui adanya kekerasan seksual di kampus. Sementara awal tahun ini, Lingkar Studi Feminis (LSF) mencatat, sepanjang Januari 2022 hingga akhir Maret 2022 ada 27 kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan di Banten.
Permen PPKS menjadi sangat penting di tengah maraknya kekerasan seksual di perguruan tinggi, namun masih banyak kampus yang belum menerapkan beleid itu. Sekalipun ada ancaman penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana-prasarana untuk Perguruan Tinggi, serta penurunan tingkat akreditasi bagi kamus yang tak menerapkannya.
Laporan konde.co pada 10 Juni 2022 menyebutkan, Jaringan Muda Setara menemukan data tersendatnya penerapan permendikbud nomor 30 tahun 2021. mereka melihat dari aspek belum adanya panitia penjaring satuan tugas (Satgas). Kampus-kampus itu disebut masih sangat tertinggal.
Di Universitas Khairun (Unkhair) Ternate sendiri, pembentukan satgas penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus (PPKS), masih menunggu surat keputusan (SK) panitia penjaringan.
Hal itu diutarakan Dr. Ridha Ajam, Rektor Unkhair saat ditemui pada (30/5/2022) di gedung Rektorat, kampus II Unkhair Ternate. Dia mendukung kehadiran Permendikbud No.30 Tahun 2021.
“Sejauh ini, kampus sudah mengirimkan nama-nama bakal panitia penjaringan satgas ke Kemendikbud untuk segera di keluarkan Sk panitianya,” ujar Ridha Ajam saat ditemui kru LPM Aspirasi.
Pengiriman bakal panitia itu dilakukan melalui sistem yang dibangun khusus untuk melakukan proses pembentukan satgas. Setelah itu, kementerian melakukan verifikasi. “Kami kirim 10 nama, setelah verifikasi, mereka harus melalui tahap training terlebih dahulu,” tandas Rektor.
Kata dia, setelah melalui tahapan training, panitia akan segera melakukan proses penjaringan tim satgas Unkhair. Tentu dengan berbagai persyaratan yang ada di dalam permendikbud nomor 30.
“Sehingga jika mahasiswa, maupun dosen yang ingin melibatkan diri, maka minimal tergabung dalam organisasi keperempuanan dan mereka juga harus memiliki pengalaman dalam menangani kasus kekerasan perempuan, anak, dan kasus kekerasan seksual,” terangnya.
Untuk saat ini, Unkhair sedang menunggu jadwal trainning. Jika sudah ada, maka 10 orang tim penjaringan akan ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan.
Sementara, Abdul Kadir Kamaluddin, Wakil Rektor III (Warek III) Bidang Kerja Sama, Kemahasiswaan, dan, Alumni bilang, setelah mendapat respon dari kementerian, akan membuat penyampaian terkait dengan calon peserta seleksi ke publik. Peserta kemungkinan dari tiap fakultas yang ada di Univesrsitas Khairun.
“Untuk satgas sendiri, melalui online atau link, nanti diseleksi oleh panitia yang sudah kami kirimkan nama-namanya dari April kemarin,” ungkap Warek.
Paska training gugus tugas akan melakukan sosialisasi. Salah satu rencana sosialisasinya akan dilaksanakan saat kegiatan informasi dan orientasi (inforient) mahasiswa baru. Caranya dengan memasukan materi sosialisasi terkait Permendikbud-ristek Nomor 30 Tahun 2021.
Reporter: Nurdafni K Hamisi dan Ningsi Umasangadji
Editor: Darman Lasaidi