LPM Aspirasi -- Koalisi Pembela LPM Lintas mengajukan gugatan pembatalan Surat Keputusan No.92/2022 terkait pembekuan Lintas di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, Maluku, Kamis, 7 Juli 2022 kemarin.
Dalam gugatan ke PTUN, Koalisi meminta PTUN Ambon agar bijak dan adil dalam proses persidangan dan dapat mengabulkan Putusan Penundaan atas pembekuan LPM Lintas.
"Menuntut Rektor IAIN Ambon mencabut SK Pembekuan Lintas, dan mendesak kampus mengusut kasus kekerasan seksual di IAIN Ambon," sebut dalam keterangan pers Koalisi Pembela LPM Lintas, pada Jumat (8/7/2022).
Yolanda Agne, Pimpinan Redaksi LPM Lintas berkata, gugatan pembatalan SK pembekuan LPM Lintas yang diteken Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin pada 17 Maret lalu itu sebagai langkah perlawanan agar terjaminnya kebebasan pers di lingkungan kampus, yang menurutnya, bermasalah.
Sebelumnya, LPM Lintas sudah melayangkan surat keberatan administrasi terhadap SK tersebut. Namun, sampai hari ini, surat itu tak pernah digubris.
Jalur PTUN ini juga dinilai sebagai langkah bijak dalam upaya mengembalikan pers mahasiswa untuk beraktivitas kembali dan tidak dianggap ilegal oleh kampus.
"Kami mengutuk keras pembredelan Lintas karena itu merampas hak belajar kami. Kami mengambil langkah ini untuk mengembalikan rumah belajar kami dengan cara terhormat," kata Yolanda, dikutip dalam keterangan pers Koalisi Pembela LPM Lintas, pada Jumat (8/7/2022).
Sebelumnya, LPM Lintas dibekukan pada 17 Maret 2022 karena menurunkan liputan khusus kekerasan seksual bertajuk “IAIN Ambon Rawan Pelecehan.” Dalam majalah edisi Januari 2022 yang beredar pada 14 Maret lalu itu tertulis, 32 orang mengaku menjadi korban pelecehan seksual di IAIN Ambon, terdiri 25 perempuan dan 7 laki-laki.
Sementara terduga pelaku sebanyak 14 orang. Belasan terduga pelaku perundungan seksual terdiri dari 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus.
Berdasarkan SK pembekuan itu, unit kegiatan mahasiswa yang berdiri sejak 26 April 2011 itu dinonaktifkan tanpa batas waktu. Sehingga LPM Lintas diwakili empat penggugat, yakni Yolanda Agne, M. Sofyan Hatapayo, Idris Boufakar, dan Taufik Rumadaul, menyatakan melawan SK itu di PTUN Ambon.
Koalisi Pembela LPM Lintas ini terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Pegurus Daerah Maluku, AJI Kota Ambon, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional.
Menurut LBH Pers, ada beberapa hal dalam gugatan ini yang menjadi sorotan mengapa SK Rektor tersebut cacat hukum. Pertama, aspek prosedural, di mana pihak kampus dalam mengeluarkan SK mestinya merujuk pada Peraturan Menteri Agama Nomor 56 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenag No. 21 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Agama Islam Negeri Ambon dan Permenag No. 50/2015 tentang Statuta Institut Agama Islam Negeri Ambon.
Kedua, aspek substansi, di mana SK Rektor tersebut bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers terkhusus adanya penilaian karya jurnalistik oleh Dewan Pers dalam surat bernomor 446/DP-K/V/2022 perihal Penilaian Karya Jurnalistik dan Perlindungan Pers Mahasiswa. Ketiga, pihak kampus dalam mengeluarkan SK Rektor tidak memperhatikan atau tidak mempertimbangkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Dalam proses gugatan ini, Koalisi berharap pada PTUN Ambon dapat mengabulkan Tuntutan Para Penggugat, di mana sejak LPM Lintas dibekukan tidak ada lagi aktivitas.
Sehingga Koalisi meminta kepada Majelis Hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara para penggugat dapat mengabulkan Putusan Penundaan terlebih dahulu agar tercapainya Kepastian terhadap Para Penggugat.
Editor: Darman Lasaidi