LPM Aspirasi —Kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini, Nurcholis Lamau, redaktur Cermat patner resmi Kumparan alami intimidasi hingga pemukulan di rumahnya, Kelurahan Rum Balibunga, Kota Tidore Kepulauan.
Kejadian ini disaksikan langsung istri dan ipar korban dari balik jendela kamar depan, rumah mereka.
Dilansir laporan era.id bertajuk “Kisah Miris Jurnalis yang Dipukul Depan Istri oleh Keluarga Wakil Wali Kota Tidore karena Tulisan” Nurcholis menceritakan kronologis intimidasi dan kekerasan yang ia alami.
Semuanya bermula pada Selasa, (30/8/2022) malam. Nurcholis membuat opini berjudul “Hirup Debu Batubara Dapat Pahala”. Kalimat itu ia kutip dari pernyataan Muhammad Sinen, Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan dalam live streaming facebook. Kala itu, Muhammad Sinen memberi sambutan pembukaan turnamen domino di Kelurahan Rum Balibunga.
“Alasan saya membuat opini bersifat sarkas seperti itu, karena pertama, Muhammad Sinen adalah pejabat publik, Kedua, pernyataan seperti itu kontras dengan polusi abu batubara akibat dampak dari aktivitas PLTU Tidore yang dirasakan warga,” ujar Nurcholis, jurnalis yang aktif meliput masalah PLTU.
Sekira tiga jam paska tulisan digarap dan dimuat cermat.co.id, ia membagikan link tulisan di beberapa grup-grup whatsapp dan akun media sosial pribadinya.
Sehari kemudian, pada Rabu (31/8/2022) sekira pukul 00.33 WIT, adik kandung Wakil Wali Kota Tidore, Usman Sinen, datang ke rumah mertua Nurcholis. Dia diminta untuk hapus tulisan. Alasannya, Muhammad Sinen datang dipembukaan turnament domino bukan sebagai Wakil Walikota. kedatangannya sebagai keluarga besar Kelurahan Rum Balibunga.
Kata Nurcholis, Usman Sinen mengatakan kalimat “menghirup debu batubara dapat pahala” merupakan candaan dan tidak serius. Ia lalu didesak Usman untuk menghapus tulisannya.
“Saya didesak menghapus tulisan dengan alasan akan menganggu kepentingan Ayah [sapaan akrab Muhammad Sinen] pada Pemilu 2024 mendatang,” terang Nurcholis mengulang pernyataan Usman Sinen.
Nurcholis lalu menghubungi Faris Bobero, Pimpinan Redaksi untuk menghapus tulisan tersebut. Saat itu juga tulisan dihapus.
Keesokan paginya, Ari, anak sulung saudara Muhammad Sinen, bernama Yunus Sinen, datang mengetuk pintu rumah wartawan Cermat itu. Istrinya yang menemui Ari, lalu bilang, “Nurcholis masih tidur.” Namun Ari meminta segera dipanggil.
Setelah dibangunkan, Nurcholis menemui Ari di beranda rumah. Ia ditanya terkait maksud dan tujuan membuat tulisan seperti itu.
“Saya menjelaskan bahwa tulisan itu adalah opini dan sebagai bentuk kritik terhadap pernyataan seorang pejabat. Apalagi saya sendiri cukup aktif mengawal dampak-dampak polusi terhadap warga yang dihasilkan dari aktivitas PLTU Tidore,” terang Nurcholis.
Nurcholis lalu dibilang sekadar pendatang. Dia ditanya Ari “Anda jagoan? Kenapa Anda tidak bicara dengan paman saya, Muhammad Sinen baik-baik, tapi menulis seperti itu.” Belum sempat menjawab, Nurcholis kemudian dipukul tepat dikepal bagian belakang.
“Kepala saya dipukul dua kali lalu Ari pergi dan menyebut, kalau saya mau lapor polisi? silakan. dia tunggu 5 menit,” ucapnya mengingat perkataan Ari.
Bersama istrinya, ia lalu melapor ke SPKT Polres Kota Tidore Kepulauan. Siang harinya, Muhammad Sinen, Ari bersama ayahnya, Yunus Sinen, datang ke Polres.
“Tapi di ruang SPKT, Wakil Walikota Tidore Kepualuan, Muhammad Sinen langsung mendekati dan meramas wajah saya serta bilang “Oh ngana (Anda) e.. Oh.. ngana. Tunggu ngana,” Kejadiannya singkat. Polisi yang hadir sempat hanya menyaksikan, lalu melerai.” tandasnya.
Respon AJI Ternate
Merespon kejadian ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate mengecam penganiayaan terhadap Nurcholis. Mereka desak Polisi agar proses hukum pelaku hingga tuntas.
Ikram Salim, Ketua AJI Ternate, menganggap tindakan-tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya secara nyata telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini diatur dalam Pasal 4 yang menyebut: “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.
“Yang dimaksud dalam pasal ini, seperti tertulis pada bagian penjelasan, adalah pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin,” kata Ikram melalui rilis pers AJI pada Jumat, (1/9).
Menurut dia, Undang-undang Pers nomor 40 Tahun 1999 telah jelas mengatur. Tugas jurnalis sebagai pemberi informasi, edukasi, hiburan serta kontrol sosial. Menurutnya imi wajar dan sudah sepatutnya masyarakat harus mengetahui hasil dari apa yang dikerjaan pejabat publik.
Sanksi diatur dalam Pasal 18; siapa saja yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terhambatnya kemerdekaan pers dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
“Atas dasar tersebut, AJI Ternate mengecam keras segala bentuk-bentuk intimidasi maupun kekerasan terhadap jurnalis dan mendesak Polres Tidore Kepulauan harus mengusut tuntas kasus penganiyaan dan intimidasi terhadap Nurcholis hingga selesai,” tulis Ikram.
Kata dia, Polisi harus mendalami aktor intelektual yang menyebabkan tindakan intimidasi dan penganiayaan. Ini terbukti melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“AJI Ternate juga meminta masyarakat maupun aparat negara menghargai tugas-tugas jurnalistik oleh jurnalis, khususnya jurnalis perempuan yang rentan mendapat kekerasan,” tutup wartawan malutpost itu.
Reporter: Darman Lasaidi