Mahasiswa Papua demo desak pemerintah Indonesia usut tuntas kasus mulitasi warga sipil yang diduga dilakukan oleh anggota TNI di Mimika, Sabtu (17/9/2022). Foto: Rabul Sawal |
LPM Aspirasi – Komite Peduli HAM dan Demokrasi di Papua
menggelar demonstrasi di pelataran Landmark, Kota Ternate, pada Sabtu, 17
September 2022. Mereka mendesak pemerintah Indonesia mengusut tuntas peristiwa
mutilasi warga sipil yang diduga dilakukan anggota TNI di Kampung Pigabu,
Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua.
Pantauan aspirasipress.com di lokasi, sebelumnya massa aksi
berencana berorasi di depan Markas Komando Militer (Kodim) 1501/Ternate. Namun
sejumlah tentara dan polisi membubarkan dan meminta aksi berjarak 100 meter
karena termasuk objek vital negara.
Massa aksi kemudian berbaris dan memenuhi separuh jalan kawasan Landmark, Jalan Pahlawan Revolusi, Muhajirin, Ternate Tengah. Puluhan aparat kepolisian dan anggota TNI berseragam lengkap tampak berjaga-jaga di lokasi.
Massa membentangkan sejumlah poster, salah satuny desak adili pelaku mutilasi di Mimika. Foto: Rabul Sawal |
Jhoneka Hisage, Koordinator Aksi mengatakan, pembunuhan warga sipil dengan cara mutilasi adalah tindakan biadab dan tidak manusiawi karena menyamakan derajat orang asli Papua sama seperti binatang.
“Ini adalah tindakan psikopat yang tidak punya rasa
kemanusiaan sama sekali,” kata Jhoneka, sebagaimana dalam pernyataan sikap.
Peristiwa pembunuhan, mulitasi, perampokan, pemerkosaan,
penembakan di luar hukum, dan perampasan ruang hidup kerap terjadi yang
mengarahkan orang asli Papua. Hal macam ini, menurut Jhoneka, termasuk pemusnahan
ras dan praktik genosida yang sudah berlangsung lama di atas tanah Papua.
Orang Papua menganggap, operasi-operasi dan kasus yang
terjadi di Papua adalah bentuk kolonialisme yang mengakar sejak puluhan tahun
silam.
“Tak terhitung jumlah tragedi pembunuhan massal di Papua. Entah itu Biak berdarah, Wasior berdarah, Abe berdara, dan masih banyak lagi peristiwa berdarah lainnya yang tak akan pernah berhenti selama kita masih dibawah jajahan negara kapitalis kolonia dan agen imperialis Indonesia,” ujar Jhoneka.
Diantara tuntutan aksi, massa aksi juga menuntut tarik militer organik dan non-organik dari West Papua. Foto: Rabul Sawal |
Atas nama keluarga korban dan seluruh rakyat dan bangsa West
Papua, massa aksi menuntut agar Presiden Republik Indonesia, Panglima TNI,
Kaporli, Pangdam Cendrawasih, Kapolda Papua, Kapolres segera bertanggung jawab
atas pembunuhan berencana yang dilakukan apparat keamanan secara tidak manusiawi
terhadap empat warga sipil di Bade Mapi.
Massa aksi mendesak agar pelaku ditangkap dan diadili di
pengadilan sipil secara adil, bila perlu berikan hukuman mati karena kasus
sudah masuk dalam pembunuhan berencana.
Usut agar motif pembunuhan keempat korban secara transparan
dan objektif; menolak segala bentuk penyelesaian pelanggaran HAM secara non yudisial
di seluruh tanah Papua; dan hentikan terror, intimidasi, pembunuhan, dan
penculikan terhadap seluruh rakyat Papua.
Peristiwa mutilasi ini diduga dilakukan secara berencana oleh anggota TNI di Papua. Foto: Rabul Sawal |
Massa aksi juga mendesak agar militer organik dan
non-organik ditarik dari seluruh teritori Papua Barat sebagai syarat damai;
termasuk menolak DOB dan Otsus di seluruh tanah Papua, sebab itu adalah
strategi Jakarta untuk memobilisasi basis militer di tanah Papua secara massif.
Hingga meminta agar akses jurnalis asing di tanah Papua dibuka, termasuk mendesak agar Viktor Yeimo, Alvius Wonda, Adam Sorry dan seluruh tahanan politik bangsa West Papua.
Reporter: Rabul Sawal dan Khairul Rahmat