Massa aksi saat berada di depan Kediaman Gubernur Maluku Utara. Foto: Front Mahasiswa Sula. |
LPM Aspirasi-- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Sula menggelar demonstrasi pada Selasa (29/11/2022) di RRI Ternate, lalu berlanjut ke Kediaman Gubernur Maluku Utara, Jalan Ahmad Yani, Tanah Raja, Kecamatan Ternate Tengah. Massa membentangkan spanduk bertuliskan “Jangan Jual Pulau Mangoli”.
Aksi yang dimulai sekira pukul 13.00 WIT itu, mendesak pemerintah segera mencabut 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) Pulau Mangoli, di Kepulauan Sula.
Abdul Haris Nurau, Koordinator aksi mengatakan perampasan ruang hidup makin masif di Republik Indonesia. Salah satunya melalui proyek strategis nasional yang digenjot pemerintah.
“Atas nama pembangunan nasional, rakyat dijadikan korban, mulai dari buruh, petani, nelayan dan perampasan ruang hidup masyarakat,” ujarnya.
Abdul mengatakan itu karena dia menilai tambang dapat memicu tanah longsor, banjir, kerusakan hutan, dan pencemaran air laut. Lalu situasi itu diperhadapkan kepada masyarakat.
“Ada 10 izin usaha pertambangan yang masuk di Pulau Mangoli, Kepulauan Sula. Hal ini sangat berbahaya untuk alam dan keberlangsungan hidup masyarakat Mangoli,” terang Abdul.
Kata dia, Empat dari 10 izin usaha sudah siap beroperasi, yakni PT. Aneka Mineral Utama dengan luas wilayah 22.535,1 hektar meliputi Kecamatan Mangoli Utara Timur, Kecamatan Mangoli Timur, dan Kecamatan Mangoli Tengah.
PT. Wira Bahana Perkasa dengan luas konsesi 7,453,09, hektar meliputi Kecamatan Mangoli Tengah. Sementara PT. Wira Bahana Kilau Mandiri memiliki luas wilayah 4,463,73 hektar. Konsesi itu meliputi Kecamatan Mangoli Utara, Desa Modapuhi, Desa Trans Mudapuhi, dan Desa Saniahaya.
PT. Indo Mineral Indonesia memiliki luas wilayah 24,440,81 hektar meliputi Kecamatan Mangoli Selatan, dan Kecamatan Mangoli Barat.
“Warga Mangoli banyak menolak perusahaan ini karena 10 IUP itu akan membawa dampak keruskan alam yang nantinya berimbas pada pemukiman warga disekitar area Konsesi,” tutur Abdul.
Jumlah itu, kata Abdul akan menyebabkan masyarakat Pulau Mangoli kehilangan hutan untuk berkebun. Selain itu, nantinya laut pun akan tercemar akibat aktivitas pengelolaan pertambangan biji besi.
“Masyarakat akan kesulitan memancing ikan, padahal mata pencaharian masyarakat disana sebagai petani dan nelayan,” ungkap mahasiswa asal Pulau Mangoli itu.
Persoalan ini memicu Abdul dan teman-temannya menonolak industry Eksraktif yang akan beroperasi di Pulau Mangoli. Hal itu karena membawa dampak yang serus bagi likungan dan aktivitasa masyarakat.
“Kami di sini untuk mempertahankan tanah dan alam kami, karena mempertahankan tanah adalah merawat ribuan nyawa yang akan tumbuh penuh cinta,” tegas Abdul.
Reporter: Susi H Bangsa
Editor: Darman Lasaidi