LPM Aspirasi — Nasib buruh yang diputus hubungan kerjanya oleh Pt. Kelola Mina Samudera masih jadi tanda tanya. Pasalnya, gaji mereka yang ditunggak tak kunjung dibayarkan. Sementara Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Ternate sebagai penengah belum melakukan langkah penyelesaian masalah. Hal ini diungkapkan Komite Perjuangan Buruh Pt. KMS melalui pernyataan sikap yang dirilis pada, Senin (17/4/2023).
Industri manajemen korporat yang berlokasi di Unnamed Road, Mangga Dua, Kota Ternate itu, menunggak gaji 75 buruh dari bulan Juni sampai Desember 2022 dan Januari 2023 atau sekira 7-8 bulan. Lalu kemudian melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak.
Dalam rilis Komite Perjuangan Buruh Pt. KMS, para pekerja sudah pernah mendatangi pihak perusahan pada tanggal 6 Februari 2023. Upaya mendapatkan hak itu tak berbuah apa-apa. Mereka hanya mendapatkan jaji palsu dari pihak Direktur Perusahaan.
Tak berhenti sampai disitu, pada tanggal 7 maret 2023, para pekerja melakukan pengaduan ke Disnaker Kota ternate. Mereka berharap aduan itu bisa diselesaikan dengan menindak secara tegas perusahaan yang lalai.
“Namun sejak pelaporan hingga pada tanggal 13 maret 2023 lalu, teman-teman buruh yang melakukan pengadun ini tidak juga mendapatkan kejelasan dari pihak Disnaker,” Ujar Ridwan Lipantara, Koordinator Komite Perjuangan Buruh PT. KMS.
Para pekerja bersama Komite Perjuangan kemudian menggelar aksi di depan Kantor Disnaker Kota Ternate pada 14 maret 2023. Massa dipertemukan dengan direktur Pt. KMS namun belum ada kepastian waktu pembayaran upah.
“Pihak perusahaan hanya memberikan kasbon sebesar 2 juta kepada para pekerja sebagai ongkos transportasi pulang kampung. Sampai hari ini belum ada kejelasan dari Disnaker dan pihak perusahaan,” terangnya.
Ridwan bilang, pengabaian atas hak normatif buruh yang di lakukan perusahan merupakan tindakan inkonstitusional. Mereka melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Perusahaan harus ditindak, serta berkewajiban melunasi tunggakan gaji pekerja secara penuh.
“Apa yang di lakukan perusahan terhadap pekerjanya merupakan pelanggaran dan kejahatan terhadap hak asasi manusia. Juga perbuatan melawan hukum yang telah di atur dalam undang-undang dasar dan undang-undang ketenagakerjaan,” tandasnya.
Aturan dalam melakukan PHK terhadap pekerja harus dilakukan sesuai dengan ketentuan UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam undang-undang ini dijelaskan, perusahaan tidak boleh melakukan PHK secara sepihak, melainkan harus adanya perundingan terlebih dahulu.
“PHK juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam aturan itu, PHK dikatakan sah ketika perusahaan dan pekerja sama-sama setuju,” ketusnya.
Kata Ridwan, jika hasil perundingan yang sudah dilakukan tak menghasilkan persetujuan, maka perusahaan boleh PHK buruh setelah adanya penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial, yang diatur di dalam Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.
Aturan lain juga ada dalam Pasal 170 UU Ketenagakerjaan. Dalam aturan itu, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.
“Ketentuan dalam aturan perburuhan nasional pada prinsipnya mengenai PHK menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK,” tegasnya.
Perlindungan buruh juga diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2021, dalam BAB V yang khusus mengatur Pemutusan Hubungan Kerja. Terkait hak buruh melawan PHK juga terdapat dalam Konvensi ILO nomor 158 tahun 1982 tenteng Pemutusan Hubungan Kerja.
Sementara itu, Riska, salah satu buruh yang di PHK mengungkapkan, total pekerja yang sudah tidak bekerja ada sebanyak 75 orang. Sebagian dipecat secara sepihak. Alasannya melapor ke Disnaker kota.
“ada 22 orang yang dipecat secara sepihak karena melapor tunggakan gaji ke Disnaker,” ungkapnya.
Perusahaan juga melepas tanggungjawab pembayaran tunggakan air di mes tempat tinggal pekerja selama 4 bulan. Para pekerja terpaksa harus melunasi tunggakan sebesar 2.148.000 rupiah.
Mereka patungan agar tetap tinggal dan bertahan demi memperjuangkan upah yang tak kunjung dibayar. Para pekerja juga harus membayar tagihan listrik. Tanggal jatuh temponya pada 20 April 2023 sebesar 1.131.488 rupiah di tengah-tengah upah yang tidak dibayar perusahaan.
Dari berbagai persoalan ini, Ridwan dan teman-temanya mendesak pihak Disnaker agar secepatnya melakukan mediasi lanjutan. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah yang di alami pekerja Pt. Kelola Mina Samudera.
“Kami juga mendesak kepada Direktur PT. Kelola Mina Samudra agar segera membayar upah pekerja dan hentikan PHK sepihak,” Tegas Ridwan.
Reporter: Darman Lasaidi