LPM Aspirasi -- Dampak pencemaran yang terjadi di Sungai Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah tidak sekadar merusak keindahan wisata karst Bokimaruru, namun berimbas hingga ke kehidupan mama-mana di Sagea. Hal ini diungkapkan Rifya Rusdi, mahasiswa asal Sagea-Kiya saat turut terlibat dalam aksi Solidaritas Selamatkan Kampung Sagea (SEKA) di Kota Ternate pada Senin (18/9/2023).
Aksi dari Aliansi SEKA sendiri dilakukan untuk mendesak pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) harus segera mengevaluasi lima perusahan pertambangan yang beroperasi dibelakang Goa Bokimoruru. Mereka juga menuntut kepada Polda Malut, dan Penegak Hukum Lingkungan, agar segera penyelidikan terhadap pihak yang terbukti mencemarkan.
Rifya bilang Sungai Sagea merupakan sumber air yang digunakan oleh warga untuk keperluan sehari-hari. Pencemaran akibat aktivitas pertambangan telah merusak ekologi yang tentunya sangat merugikan masyarakat lokal di Halmahera Tengah khususnya di wilayah sekitar sungai Sagea.
Paska perubahan warna air Sagea pada akhir Juli hingga Agustus lalu berimbas ke kehidupan mama-mama di Sagea. Sumber air yang biasa digunakan mama-mama Sagea untuk keperluan minum, memasak, mencuci, mandi dan lainya kini tak bisa lagi digunakan.
“Keluhan mama-mama di sagea saat ini ialah masalah air bersih. Sungai sagea saat ini sudah tidak bisa diambil untuk konsumsi sehari-hari. Padahal air itu sering digunakan untuk keperluan minum, masak dan lainnya,” terang Rifya.
Kata Rifya, masyarakat, terutama mama-mama, takut menggunakan air dari Sungai. Hal itu karena masih ada sedimentasi tanah pada aliran sungai. Sekarang mereka hanya mengonsumsi air sumur dan air galon saja.
“Awalnya sungai sagea itu tempat kehidupan masyarakat di sana, tapi karena kemarin keruhnya sungai Sagea sehingga aktivitas mereka di sungai tidak ada lagi, malahan mereka takut bahkan sampai menangis, tempat kehidupan mereka sudah tidak bisa di kelola lagi,” tutur Rifya menjelaskan situasi di Sagea.
Rifya menambahkan kalau semalam juga terjadi banjir di Sagea. Hal ini jelas makin menghambat dan menambah aktivitas kerja mama-mama Sagea. Mereka cemas, akibatnya tidak tidur hingga siang hari karena debit hujan sangat deras.
“Semalam hujan dan banjir terjadi sehingga mereka tidak tidak bisa tidur sampai siang karena corak hujan yang sangat deras, mereka takut, jika tidak reda kemungkinan luapan sungai yang besar akan membahayakan,” tandasnya.
Dampak lain dari tercemarnya sungai Sagea, kata Rifya pada perkebunan. Apalagi banyak mama-mama yang sering beraktifitas di kebun.
“Hal ini tentunya akan menambah penderitaan mereka yang sehari-harinya berkebun,” jelas Rifya.
Rifya menuturkan tercemarnya sungai Sagea memberikan efek yang luas bagi kehidupan masyarakat di wilayah sekitar. Bukan hanya sebatas merusak ekologi tetapi juga melemahkan sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat.
Demostrasi yang dilakukan Solidaritas Selamatkan Kampung Sagea (SEKA) Kota Ternate Sendiri berakhir ricuh. Dua massa aksi ditangkap dan alami kekerasan. Beberapa bagian tubuh alami memar dan luka.
Reporter: Yulinar Sapsuha
Editor: Susi H Bangsa