Peringati September Hitam, BEM FIB Gelar Panggung Protes

Panggung protes yang diadakan BEM FIB di taman Soe Hok Gie pada Kamis (12/9/2024). Foto: Sukriyanto Safar/ LPM Aspirasi.

 

LPM Aspirasi -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) mengelar panggung protes di taman Soe Hook Gie, FIB, kampus II Gambesi, Universitas Khairun  (Unkhair) Ternate. Agenda yang berlangsung pada Kamis (12/9/2024) itu digelar untuk memperingati berbagai tragedi di bulan September yang dekenal dengan istilah “September Hitam”.

Kegiatan ini diisi pembacaan puisi, musik, musikalisasi puisi dan orasi ilmiah oleh mahasiswa. Bagi mereka, ini upaya merawat ingatan, dan menolak lupa peristiwa yang menjadi catatan kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sekaligus mendorong agar ada penyelesaian kasus untuk keadilan bagi korban.

Fahyudi, koordinator panggung protes mengatakan bulan September menjadi bulan kelam dalam penegakan hak asasi manusia atau HAM di Indonesia. Berbagai peristiwa yang ada menunjukan negara cacat dalam upaya pengungkapan permasalahan yang terjadi, apalagi berharap dilakukan secara gamblang.

"Mulai dari pembunuhan Munir hingga pembantaian 65-66 yang memakan korban ribuan jiwa, bahkan orang-orang tak bersalah pun dibunuh," terangnya.

Sampai saat ini, kata dia, peristiwa-peristiwa ini belum mendapatkan penyelesaian yang adil dari pihak negara, yang semestinya menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM serta memuliakan martabat para korban.

"Negara harus berlaku adil untuk menyelesaikan dosa-dosanya terhadap masyarakat,” tegas salah satu mahasiswa Unkhair itu. 

Fahyudi bilang, meskipun beberapa kasus, seperti kasus Munir dan tragedi Tanjung Priok telah mengalami proses peradilan, tetapi usaha untuk mengungkap kebenaran serta memberikan pemulihan kepada korban masih belum diberikan perhatian yang cukup oleh pemerintah.

Senada dengan itu, Ajim Umar, Ketua BEM FIB menuturkan penyelesaian persoalan pelanggaran HAM di Indonesia masih belum memuaskan. Meskipun upaya telah dilakukan untuk mengatasi pelanggaran HAM masa lalu, banyak kasus yang masih mengambang dan belum menerima keadilan yang sepantasnya.

Hal ini, bagi Ajim bisa dilihat pada kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020 di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, oleh oknum TNI.

Merujuk pada laporan KontraS, Ajim bilang vonis ringan diberikan kepada pelaku penghilangan paksa dan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani.

“Kasus ini menghadirkan fakta bahwa keadilan sering kali sulit ditemukan dalam sistem peradilan militer, dan vonis yang diberikan terhadap para pelaku jelas tidak sebanding dengan kejahatan yang mereka lakukan,” tegasnya.

Ajim menilai lambatnya penyelesaian kasus mengundang keprihatinan dan menunjukkan kebutuhan akan komitmen yang lebih kuat dari pemerintah dalam menghadapi isu pelanggaran HAM.

“Ketidakpastian ini tidak hanya menghambat upaya pencapaian keadilan bagi para korban, tapi juga memberi isyarat  kalau pelanggaran HAM dapat terjadi tanpa menghadapi konsekuensi serius,” tandasnya.


Reporter: Sukriyanto Safar

Editor: Susi H. Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama