Mahasiswa di Ternate Tolak Pengesahan UU TNI

Massa aksi saat membentangkan spanduk tuntutan dan keranda RIP Demokrasi di depan kantor wali kota Ternate pada Kamis, (20/03/2025). Foto: Susi H. Bangsa/LPM Aspirasi.

 

LPM Aspirasi -- Penolakan terhadap pengesahan Undang -Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terjadi di berbagai kota di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Ternate, Maluku Utara. Puluhan mahasiswa dari Aliansi Tolak Revisi UU TNI menggelar aksi pada Senin (20/3/2024). Massa mulai aksi dari DPRD, Kalumata, Ternate Selatan, dan berlanjut di Kantor Walikota, Jalan Pahlawan Revolusi, Muhajirin, Ternate Tengah.

Mereka membentangkan spanduk bertuliskan ”Tolak RUU TNI dan Kembalikan Militer Ke Barak!”. Aksi ini dilakukan guna menekan DPR RI yang tengah melakukan rapat Paripurna pengesahan revisi Undang-Undang TNI menjadi undang-undang, agar segera dibatalkan. Mereka menilai ini mengancam demokrasi dan supermasi sipil, serta kemungkinan meningkatnya eskalasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). 

M. Kasir Hadi, kordinator aksi  mengatakan  RUU TNI merupakan ancaman serius bagi demokrasi dan supremasi di Indonesia, karena potensi Dwifungsi ABRI akan kembali pada era Orde Baru yang memberi peran ganda kepada militer dalam bidang pertahanan dan pemerintah sipil yang telah terbukti merusak prinsip demokrasi serta hak asasi manusia.

"Ada tiga aspek penting dalam RUU TNI yang menjadi alasan utama penolakan. Salah satu aspek pada pasal 47 ayat 2 yang memberi kesempatan prajurit TNI menduduki jabatan sipil di sejumlah kementerian/lembaga negara”

M. Kasir bilang pemerintah tidak boleh secara semena-mena mengeluarkan kebijakan-kebijakan tanpa melibatkan suara rakyat.

"Sikap DPR mengesahkan RUU TNI menjadi UU bertolak belakang dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat."

Aksi ini, lanjut dia, tidak hanya habis di hari ini, akan ada  agenda-agenda lanjutan untuk  terus mengkampanyekan bahwa RUU TNI adalah satu hal yang sangat berdampak buruk bagi rakyat indonesia.

Disahkan dan Poin Perubahan

Meski menuai penolakan dari berbagai kalangan, DPR RI tetap mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi UU.

Pengesahan RUU TNI menjadi UU ini dilakukan dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Massa aksi saat berorasi di depan kantor wali kota Ternate pada Kamis, (20/03/2025). Foto: Susi H. Bangsa/LPM Aspirasi.


Ada empat poin perubahan dalam RUU TNI yang disahkan oleh DPR RI menjadi UU, berikut daftarnya:

Pertama, Kedudukan TNI di bawah Presiden dan Kemenhan. Pasal 3 mengenai kedudukan TNI yang tetap berada di bawah presiden soal pengerahan dan penggunaan kekuatan.

Sedangkan strategi pertahanan dan dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis, berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Kedua, Tugas pokok TNI dari 14 jadi 16. Pasal 7 mengenai operasi militer selain perang (OMSP), yang menambah cakupan tugas pokok TNI dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas.

Penambahan dua tugas pokok itu meliputi: Membantu dalam menanggulangi ancaman siber. Membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.

Ketiga, TNI aktif bisa isi 14 kementerian/lembaga. Perubahan yang ketiga pada Pasal 47 terkait jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif.

Pada UU lama terdapat 10 bidang jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif, sedangkan dalam RUU tersebut bertambah menjadi 14 bidang jabatan sipil.

Jabatan tersebut dapat diisi oleh prajurit TNI aktif hanya berdasarkan permintaan kementerian/lembaga dan harus tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku.

Di luar itu, TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan jika hendak mengisi jabatan sipil.

Keempat, Perpanjangan usia pensiun dan masa dinas. Perubahan yang terakhir pada Pasal 53 soal perpanjangan usia pensiun bagi prajurit di seluruh tingkatan pangkat.

Batas usia pensiun bintara dan tamtama menjadi 55 tahun, sedangkan perwira sampai pangkat kolonel memiliki batas usia pensiun 58 tahun. Untuk perwira tinggi, masa dinas diperpanjang, khususnya bagi bintang empat, yakni 63 tahun dan maksimal 65 tahun

Dalam undang-undang yang lama, dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Isra Muhdar mengatakan, pengesahan UU TNI harus dicabut dalam konsekuensi apapun karena ini justru mengkerdilkan posisi demokrasi disektor rakyat. 

“Jika TNI menjadi multifungsi, masyarakat sipil akan kembali berada dalam posisi yang rentan karena harus berhadapan dengan institusi militer yang tidak hanya memiliki kekuatan senjata, tapi juga otoritas dalam bidang politik dan pemerintahan,” tandasnya.

Isra menegaskan, perlawanan akan terus ada sampai UU TNI dicabut.


Reporter: Yulinar Sapsuha

Editor: Susi H. Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama