Mahasiswa Uniera Tobelo Tolak Dosen Pelaku KS Kembali Mengajar

Seorang orator saat menyampaikan orasinya di depan Gedung Rektorat Universitas Halmahera (Uniera) Tobelo, Halmahera Utara pada Kamis (13/3/2025). Foto: Massa aksi.

LPM Aspirasi -- “Tidak ada ruang untuk pelaku kekerasan seksual!” teriak seorang orator saat aksi pada Kamis (13/3/2025) di depan Gedung Rektorat Universitas Halmahera (Uniera) Tobelo, Halmahera Utara. Sejumlah massa yang mengatasnamakan Front Mahasiswa Peduli Kampus itu menolak kembalinya dosen pelaku kekerasan seksual ke kampus. 

Aksi ini dimulai sekira pukul 08.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). Massa membentangkan spanduk bertuliskan “Menolak Kembalinya Oknum Dosen Pelaku Pelecehan Seksual di Uniera dan Lawan Kekerasan Seksual!”. Mereka menilai kampus memberikan ruang bagi pelaku kekerasan seksual dengan membiarkan pelaku kembali mengajar.

“Kampus harusnya berpihak kepada para  korban, memberi rasa aman dan nyaman untuk kembali melanjutkan pendidikan. Karena kampus memiliki tanggung jawab terkait pemulihan psikologi korban,” ungkap Jeni Rajab.


 Massa aksi saat menyampaikan orasinya di depan Gedung Rektorat Universitas Halmahera (Uniera) Tobelo, Halmahera Utara pada Kamis (13/3/2025). Foto: Massa aksi.

Bagi Jeni, kembalinya dosen pelaku pelecehan seksual ke kampus membuktikan Uniera tidak punya komitmen untuk menciptakan ruang yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Justru kampus memberi ruang bagi pelaku.

“Jumlah korban sekitar 5 orang, kalau pelaku dikembalikan ke kampus akan tidak ada efek jerah bagi dia dan yang lain. Hal itu juga, kemungkinan membuka ruang untuk pelaku kembali beraksi karena tidak ada sangsi berat," ungkapnya.

Jeni menyayangkan hal itu. Padahal pihak yayasan telah melarang penerimaan dosen tersebut berdasarkan surat keputusan pengurus yayasan. Mereka tidak akan menerima pelaku kembali.

 “Mereka telah terbitkan surat untuk pihak kampus agar tidak menerima dosen Teologi itu kembali, namun pihak kampus justru mengabaikan hal itu,” terang Jeni.

Dosen Pelaku Kekerasan Seksual yang berinisial AVK sendiri merupakan pengajar di Fakultas Teologi. Ia dipecat secara tidak dengan hormat berdasarkan SK pengurus Yayasan Perguruan Kristen Indonesia (YPKH) Tobelo dengan Nomor : 081 /Ypkh-10/kptsn/2023 yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2023.

Surat keputusan itu berdasarkan surat rektor nomor 348/uniera/DP/2023 yang dikeluarkan pada 27 September 2023 tentang usulan pemberhentian dosen.

Pihak Yayasan kemudian mengeluarkan surat lanjutan pada 20 Januari 2025 yang ditujukan kepada pihak rektorat. Dalam surat tersebut memuat 5 poin.  Pada poin ke 4 mereka menegaskan tidak akan menerima kembali yang bersangkutan (Pelaku) untuk bekerja di Fakultas Teologi tanpa pemberitahuan kepada pihak YPKH merupakan hal yang bertentangan dengan keputusan YPKH.

Ferliks, seorang massa aksi bilang kampus harus segera mengeluarkan pelaku dari lingkungan Uniera, serta tidak menerimanya kembali.  Selain itu, kampus harus memberikan ruang aman serta pemulihan psikologi korban untuk pemulihan kondisi traumatik. 

“Kampus harus mematuhi keputusan yayasan yang telah memberhentikan pelaku,” ungkap dia. 

Bagi Ferliks, kampus harusnya fokus untuk menjalankan peraturan Kemendikbud tentang Pencegahan dan penanganan kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Mulai dari memasifkan sosialisasi terkait kekerasan seksual oleh Satgas Pencegahan dan  Penanganan Kekerasan seksual. 

“Selain itu untuk dosen di Fakultas Teologi kampus bisa mencari pengganti yang lebih baik ketimbang memberi pelaku ruang,” tegasnya.


Reporter: Sukriyanto Safar

Editor: Susi H. Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama